Rabu, 25 Juli 2012

DAMARWULAN SERI 2


Damarwulan ke Blambangan

Damarwulan kini telah hampir berusia 20 tahun, sebuah umur yang cukup belia namun sesungguhnya Damarwulan telah menghabiskan masa kecil dan masa remajanya belajar segala macam ilmu di pesanggrahan Madakaripura di bawah bimbingan Resi Tunggul Manik ayah angkatnya. Bagi pemuda seusia Damarwulan dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan ilmu Kedigdayaan Jaya Kawijayan tentunya sulit dicarikan tandingan, bahkan untuk senopati yang sudah berpengalaman seperti Wikramawardhana sekalipun akan sulit menandingi Damarwulan. Dengan alasan supaya ilmu yang didapatkannya di Madakaripura lebih sempurna maka Damarwulan diperintahkan resi yang dulu adalah mantan Mahapatih I Hino diMojopait untuk berkelana menuju Tlatah Blambangan.
Pada hari yang telah ditentukan Damarwulan meminta restu ayah angkatnya di Madepa ," Duh bapa, tibalah saatnya ananda hendak melanglangbuana menyempurnakan segala ilmu yang telah bapa ajarkan pada ananda."
" Ngger bapa selalu merestuimu, ingatlah ngger kepergianmu ke Tlatah Blambangan hanyalah untuk menyempurnakan ilmu dan kemampuanmu, bukan untuk berhadapan dengan Minak Jinggo atau dulu disebut senopati ing ngalaga Wikramawardhana, karena memang  belum saatnya ngger."
" Sendika dawuh bapa, ananda sebisa mungkin menghindari berhadapan dengan paman Minak Jinggo." " Baiklah ngger sebelum saatnya tiba nanti, jangan sampai ada yang tahu  ananda anak angkatku ngger."
" Inggih bapa, sekarang ananda mohon pamit."
Damarwulan memberi sembah pangabekti pada ayah angkatnya dengan tulus, Resi Tunggul Manik meraih pundak Damarwulan dan memeluknya erat-erat, memang setelah sekian lama tinggal bersama di pesanggrahan Madakaripura tentu saja ada perasaan yang mengikat keduanya, Damarwulan dengan berat hati harus meninggalkan orang yang selama ini mengasuhnya seperti ayah kandungnya sendiri ,demikian pula sang resi amat mengasihinya seperti anak kandungnya sendiri. Akhirnya dengan berat hati Damarwulan melangkah keluar dari kompleks pesanggrahan Madakaripura yang lebih pantas disebut sebuah kompleks kedaton menuju arah timur, yaitu kadipaten Lamajang sebelah barat Blambangan.
Sementara itu di kedaton Mojopoit di tengah kota Sastrowulan yang besar dan megah termashyur sejagad, tampaknya kegelisahan menghinggapi hati Mahaprabu Hayam Wuruk
" Paman-paman sekalian terus terang sebagai Maharaja hatiku selalu gelisah dengan sikap paman Wikramawardhana yang membawa seluruh pasukan amukti palapa dari markas besar bedander pergi menuju Blambangan, ini sangat menjatuhkan wibawa wilwatikta sebagai penguasa dunia." Para mantri yang hadir di puri dalem keprabon tidak ada yang berani menjawab, karena memang sesungguhnya semua itu terjadi karena kesalahan Mahaprabu Hayam Wuruk sendiri yang tanpa perhitungan mengusir dan memecat Mahapatih I Hino Gajahmada setelah perang Bubat sepuluh tahun yang silam.
Temenggung Arya Mandalika Empu Nala memberanikan diri berbicara kepada Mahaprabu Hayam Wuruk ," Mohon beribu ribu ampun gusti, menurut hamba, hanyalah Mahapatih Gajahmada yang bisa melunakan hati kakang Wikramawardhana gusti .."
Mahaprabu Hayam Wuruk semakin gundah gulana ,lalu kemudian bersabda ," Paman nala, itu memang benar paman .... Sungguh menyesal dulu kenapa diriku dilanda amarah yang meluap luap sehingga harus mengusir Mahapatih Gajahmada yang tak lain adalah ayah kandungku sendiri, sungguh hatiku telah dibutakan oleh cinta ...." kalimatnya terhenti sejenak ,dengan menghela napas sang Mahaprabu melanjuntukan sabdanya," kini bahkan aku tak punya muka untuk meminta ayahanda Gajahmada kembali ke Mojopait, inilah kesalahanku yang mengakibatkan turunnya kewibawaan negara ...semua salahku paman! "
Temenggung Arya Mandalika Empu Nala dan semua temenggung yang hadir berusaha menghibur hati rajanya yang gundah gulana yang sejak perang Bubat lalu memutuskan untuk wadat, tidak menikah seumur hidupnya karena gagalnya pernikahan beliau dengan putri Dyah Pitaloka yang sangat dicintainya.
Sementara itu di perbatasan kadipaten Lamajang disebelah barat, tampak Damarwulan sedang beristirahat disebuah warung diujung desa. Damarwulan sedang makan didalam warung tersebut yang kebetulan juga banyak orang sedang makan dan terlibat dalam pembicaraan, " Nuwun sewu dari manakah kisanak ini tampaknya bukan dari desa ini?" tanya seorang aki yang duduk disebelah Damarwulan.
" Saya dari keling aki, memangnya ada apa aki ?" tanya Damarwulan sambil menghabiskan sepotong tempe goreng ," ituloh di Blambangan ada ujian untuk para pemuda yang ingin menjadi prajurit khusus, apa aden mau ikut ?"
" Tidak aki ,saya hanyalah seorang pengelana, kenapa Blambangan memerlukan para pemuda untuk dijadikan prajurit khusus aki?" Damarwulan berusaha mencari tahu keadaan di Tlatah Blambangan.
" Aden ini kayak tidak tahu saja apa maunya Minak Jinggo itu .."
" Memang saya tidak tahu aki .."
" Aden sejak sepuluh tahun yang lalu Minak Jinggo yang dulunya seorang panglima angkatan perang Amukti Palapa yang bernama Temenggung Wikramawardhana membawa seluruh pasukannya menyingkir menuju ujung timur Jawa mendirikan kedaton Bangbangan yang berwarna merah sebagai bentuk perlawanannya terhadap keputusan Mahaprabu Hayam Wuruk yang mengusir dan memecat Mahapatih Gajahmada setelah perang Bubat."
" Oh begitu kejadiannya ya ki .."
" Tujuan Blambangan memperbanyak prajurit jelas untuk berjaga-jaga dari serangan dari Mojopait, termasuk meluaskan pengaruhnya sampai di kadipaten Lamajang ini."
Damarwulan terus mencari tahu perkembangan Minak Jinggo di Tlatah Lamajang, setelah dirasa cukup beristirahat, makan minum diwarung tersebut Damarwulan melanjutkan perjalanan menuju kota Lamajang,  Tepat tengah hari Damarwulan memasuki kota Lamajang yang besar, bangunan bangunan kedatonnya amat megah dan tinggi menjulang sehingga masyarakat Lamajang dan diluar Lamajang sering juga dijuluki kadipaten Argopuro yang artinya kadipaten atau kerajaan yang bangunan kedatonnya besar dan tinggi seperti gunung.
Damarwulan amat mengagumi kemegahan kota dan kedaton Lamajang ini, dia tak henti hentinya takjub dan bangga dengan arsitektur dan kemegahan kota ini. Setelah puas mengelilingi kota Damarwulan pergi ke pinggiran kota, disana terjadi keributan antara pedagang Manduro dan pedagang Cina sehingga timbullah perkelahian.
Pedagang Cina itu bertahan dari serangan pedagang Manduro yang menyerang membabi buta dengan senjata tajam, entah apa yang mereka selisihkan, Damarwulan hanya menyaksikan perkelahian ini dia tak mau turut campur. Namun ketika pedagang Cina terdesak oleh serangan lawannya yang membabi buta maka Damarwulan meloncat dan menghentikan perkelahian, “Cukup sudah paman! Tak usah dilanjuntukan perkelahian ini, ada apa kenapa mesti berkelahi? Sebagai sesama pedagang kalian harus kerjasama bukan berkelahi paman.“
Keduanya berhenti dan mundur membereskan barang dagangannya yang sempat berantakan akibat perkelahian mereka. Dia yang memulai ejekan kalau saya curang dalam berdagang. Si pedagang Cina menyudutkkan temannya, " kamu yang curang ! Katanya negeri Manduro itu amat terbelakang !"
Kedua pedagang itu masih sibuk adu argumentasi, Damarwulan berusaha menengahinya, ketika kedua pedagang itu masih ngeyel tak lama kemudian dari arah timur gerbang kota datanglah rombongan pasukan yang sedang mengawal kereta kuda seorang bangsawan. Karena melihat kehadiran rombongan tersebut kedua pedagang kelontong dan Damarwulan memilih menepi melihat siapa yang ada dikereta kuda yang mewah tersebut, ternyata dia adalah seorang putri kedaton yang sangat cantik jelita mempunyai rambut panjang yang terurai. Damarwulan terpesona melihat keanggunan dan kecantikan putri itu sampai sampai matanya melihat tak berkedip," Paman siapakah putri itu ?"
Pedagang Manduro menjawab," Bocah bagus, itulah putri dari Minak Jinggo putri Kencono Wungu ... Kenapa?"
Pedagang Cina menyela," Janganlah bermimpi terlalu tinggi anak muda, putri Kencono Wungu terlalu tinggi untuk dijangkau."
" Ah paman paman ini ada-ada saja, mana mungkin saya yang cuma anak desa ini berharap memilki putri kedaton seperti Raden Ayu  Kencono Wungu paman ..mimpipun tak berani."
" Anak muda kalau cuma mimpi boleh saja ...siapa tahu yang Mahakuasa menentukan lain." tukas pedagang Cina, Damarwulan memang terpesona oleh kecantikan putri Minak Jinggo itu
" Paman bisa saja tapi paman kenapa putri dari Minak Jinggo itu memasuki kota Lamajang ini ?"
" Raden Ayu  Kencono Wungu memang sering berkunjung ke Lamajang terutama menemui putri Lamajang Raden Ayu Anjasmoro di kaputren Lamajang apalagi secara politik adipati Lamajang terpengaruh Minak Jinggo pendiri Bangbangan atau Blambangan."
" Raden Ayu Dewi Anjasmoro juga tak kalah cantik dengan Raden Ayu Kencono Wungu mereka bagaikan sepasang Dewi yang turun dari langit .." Damarwulan terus mendengarkan penuturan kedua pedagang yang sempat tadi berkelahi itu.
" Apa benar begitu paman?"
" Tentu saja cah bagus, kamu saja yang belum melihat kecantikan Raden Ayu Dewi Anjasmoro itu, bahkan kecantikannya tak kalah dengan putri dari Pakuan Sang Dyah Pitaloka yang termasyur ini."
" Apakah para pangeran dari mancanagara tidak tertarik pada kedua putri cantik itu paman .."
" Itu pasti ...tetapi mereka takut berurusan dengan Lamajang dan Blambangan khususnya Minak Jinggo mantan panglima armada amukti palapa yang amat melegenda itu."
Damarwulan semakin penasaran dengan kedua putri cantik seperti yang diceritakan kedua pedagang tadi siang, malam harinya dia menginap dirumah salah satu pedagang yang berasal dari Manduro yang bernama Ki Jaya Taruno. Ki Jaya Taruno  berbincang-bincang dengan Damarwulan dimadepa rumahnya sambil minum wedang jahe hangat," Damarwulan sebenarnya engkau hendak kemana? Kulihat sepertinya engkau bukanlah pemuda desa biasa .."
" Paman taruno bisa saja, saya ini cuma pemuda dari desa paman tak punya kelebihan apapun ..." Jawab Damarwulan menepis kecurigaan Ki Taruno. " Damar begitu toh cah bagus ..."
" Paman Taruno sendiri kok hidup sendiri tak punya isteri dan lagi kok suka bertengkar sampai berkelahi dengan Paman Wong tadi siang?" Ki Jaya Taruno  terkekeh mendengar pertanyaan Damarwulan.
" Damar Damar, aku dan wong tiap hari memang begitu, kami sejak kecil sudah berteman bahkan bapaku dan bapanya si Wong itu bersahabat, sebenarnya bapaku dulu adalah prajurit Manduro sedangkan bapanya paman Wong dulu prajurit Mongolia .." Damarwulan mendengarkan kisah Ki Jaya Taruno.
" Dulu sewaktu peperangan di Ndandangan prajurit Mongol sebagian besar tewas dibunuh setelah diadakan pesta mabuk-mabukan oleh pasukan Raden Wijaya, bapanya paman Wong juga mabuk namun lolos dari pembunuhan karena pura-pura mati, selanjutnya oleh bapaku yang prajurit Manduro tubuh bapannya paman Wong diangkat disembunyi di suatu tempat yang aman sehingga tetap hidup, sejak saat itulah mereka bersahabat."
" Begitu kisahnya ki,, rupanya bapa Ki Taruno baik sekali ya.."
Karena malam telah larut Damarwulanpun beristirahat dikamar yang disediakan Ki Taruno untuknya, semakin mencoba memejamkan mata semakin sulit Damarwulan tidur, dia terbayang bayang kecantikan putri Kencono Wungu yang kebetulan dilihatnya tadi siang, rupanya Damarwulan jatuh hati pada putri dari Blambangan itu.
Karena lelah Damarwulanpun tertidur, dalam tidurnya bermimpi berjumpa putri Kencono Wungu....disebuah tamansari yang indah. Di sana tampak putri Kencono Wungu yang sedang memetik bunga sambil bersenandung. Damarwulan hanya bisa terkagum-kagum dan tak sengaja menginjak dahan kering. Putri Kencono Wungu kaget dibuatnya,“ Siapakah itu?“
Damarwulan memberanikan diri muncul. Putri Kencono Wungu pun bertanya," Siapakah engkau hai andhika? Kenapa andhika berani masuk tamansari keputren Blambangan ?" tanya putri Kencono Wungu karena ada pemuda yang berani masuk tamansari kaputren, dengan gelagapan Damarwulan menjawab,
" Mohon ampun Raden Ayu, hamba tak sengaja masuk kesini karena hamba mengejar seseorang durjana .."
" Tidakkah andhika tahu ini kawasan kaputren, terlarang bagi para pria masuk kesini, apakah andhika ingin dihukum mati?"
" Mohon ampun Raden Ayu, hamba mengaku bersalah ..." Raden Ayu Kencono Wungu tersenyum penuh arti pada Damarwulan, Damarwulan merasa hatinya berdebar-debar,
" terimakasih atas kebaikan Raden Ayu  Kencono Wungu ..." setelah menyembah, Damarwulan mundur namun tiba tiba blaaaak !!! Damarwulan terjadi dari dipan tempat tidurnya, ternyata dia baru bermimpi bertemu putri Kencono Wungu.
Damarwulan bangkit, dia mengusap usap kedua matanya seolah tak ingin mengakhiri mimpinya bertemu putri Kencono Wungu yang telah benar-benar mencuri hatinya," Duh Raden Ayu Kencono Wungu hatiku benar-benar untuk dirimu." gumam Damarwulan dalam hati.
Keesokan harinya Damarwulan membantu Ki Jaya Taruno  mempersiapkan dagangan menuju tempat jualan di dekat pintu gerbang timur kota Lamajang.
Hari itu seperti biasanya Ki Jaya Taruno  dan Aki Wong berdagang kelontong berdampingan, namun mulai hari Damarwulan ikut membantu Ki Jaya Taruno  berdagang, tentu saja Aki Wong syirik dan memulai pembicaraan dipagi itu dengan ocehannya.
" Wah-wah enak betul Taruno ya ada yang bantu jualan."
" Jangan mulai cari gara-garalah Wong, masih pagi dagangan belum ada yang laku."
" Pagi-pagi jangan marah-marah lho lekas tua lho, he he ." Damarwulan hanya tersenyum mendengar kedua pedagang kelontong yang sudah saling rindu ini.
Siangpun mulai merangkak naik, dagangan Ki Jaya Taruno  maupun Aki Wong mulai laris manis terjual, namun tetap saja bertengkar dan terus bertengkar rupanya memang itulah cara mereka menyungkapkan rasa cintanya masing masing memang, aneh. Malampun mulai datang begitulah Damarwulan tak terasa telah hampir tujuh hari lamanya Damarwulan tinggal rumah Ki Jaya Taruno.
Sementara itu di kaputren Lamajang tampak Dewi Kencono Wungu bercengkrama dengan Dewi Anjasmoro di tamansari," Mbak yu Kencono Wungu belum pernah sowan ke Sastrowulan menghadap mahaprabu brawijaya?"
" Sebenarnya ingin dinda tetapi Ramanda Wikramawardhana melarangnya dinda dan berkeras hati hendak melawan mahaprabu di Sastrowulan ."
" Iya mbak yu sama seperti Ramanda Loh Gender, padahal mbak yu satrio Mojopait itu bagus-bagus lho mbak yu."
" Dinda bisa saja, dinda sendiri juga pasti suka sama satrio satrio baguskan?" Dewi kencono dan Dewi Anjasmoro sama-sama tersenyum mendengar candaan masing-masing .
" Mbak yu Kencono Wungu dinda dengar paman Wikramawardhana sedang menyaring para pemuda di Blambangan dididik dan digembleng menjadi prajurit khusus?"
" Benar dinda, Ramanda hendak memperkuat pertahanan kedaton Blambangan dari kemungkinan serangan dari Mojopait, karena menurut wisik yang didapat Ramanda kelak disuatu hari Blambangan akan diserbu seluruh armada Mojopait yang dipimpin seorang satria yang tidak dikenal."
" Waduh satrio lagi mbak yu, jadi penasaran nih." Dewi Anjasmoro menggoda Dewi Kencono Wungu .
" Dinda itu tanya tanya kok malah digodain sih dinda, masalahnya dinda kalau itu benar-benar terjadi, pertumpahan darah lagi seperti perang Bubat dulu dinda ...." mendengar penuturan Dewi Kencono Wungu terdiam beberapa saat .....memang kejadian perang Bubat itu terjadi ketika mereka Dewi Kencono Wungu dan Dewi Anjasmoro masih berumur 8 tahun namun kisah dahsyatnya perang di bedander telah tersiar ke penjuru Nuswantara termasuk kedua putri itu .
Selanjutnya Dewi Anjasmoro kembali meneruskan pembicaraan dengan Dewi Kencono Wungu mengenai situasi di Blambangan dan Lamajang, " Mbak yu Kencono Wungu bisakah kita berdua mencegah kemungkinan peperangan antara Blambangan dengan Mojopait karena letak kadipaten Lamajang ada ditengah pasti terkena dampaknya, terlebih Ramanda Loh Gender cenderung menentang Mojopait?"
" Mungkin kita bisa dinda Anjasmoro, mbak yu akan melunakkan hati Ramanda Wikramawardhana supaya menghentikan kegiatan-kegiatan yang membuat Mahaprabu Hayam Wuruk marah dan curiga pada Blambangan, dinda sendiri juga harus menyakin paman Adipati Loh Gender."
" Betul saya setuju dengan usul mbak yu."
" Baiklah mbak yu."
Memang sudah sepuluh hari Raden Ayu Kencono Wungu menginap di kaputren Lamajang bersama pemiliknya Raden Ayu Anjasmoro, keesokan harinya Raden Ayu Kencono Wungu minta diri pulang kembali ke Blambangan kepada Adipati Loh Gender di puri keprabonnya lalu segera kembali memimpin rombongan prajurit bergerak melewati gerbang kota Lamajang sebelah timur. Banyak masyarakat di sepanjang jalan menyaksikan perjalanan pulang putri Blambangan itu termasuk Damarwulan dan kedua aki pedagang kelontong tersebut.
Ketika rombongan putri Blambangan itu hampir melewati pintu gerbang mendadak ada sebuah pisau laser melesat dari luar tembok beteng mengarah ke putri Kencono Wungu yang duduk diatas kereta kencana yang ditarik empat ekor kuda perkasa , " Swaaaaaasss !!! " Para prajurit pengawal tak waspada dengan serangan mendadak ini namun dengan cekatan dan trengginas sesosok tubuh berkelebat menghadangnya!
Terjadilah benturan dahsyat blaaaaarrr !!! Dalam sekejab pisau laser itu hancur berkeping keping ,kini dihadapan putri Kencono Wungu dan semua yang ada nampak berdiri seorang pemuda gagah perkasa berbusana rakyat kebanyakan, putri Kencono Wungu tersenyum dan bahagia karena selamat dari bahaya yang mengancam diri, lalu pemuda yang tak lain adalah Damarwulan berlutut memberi penghormatan pada putri Blambangan itu.
" Berdirilah andhika, aku Kencono Wungu putri adipati Blambangan menghaturkan terimakasih yang sebesar besarnya atas pertolongan andhika yang menyelamatkan nyawaku dari serangan musuh, siapakah nama andhika ini?" Raden Ayu  Kencono Wungu bertanya .
" Nama hamba Damar, Raden Ayu."
" Baiklah Damar sekali lagi terimakasih atas pertolonganmu padaku ..."
Raden Ayu  Kencono Wungu memandang wajah Damarwulan sambil tersenyum amat manis, seolah ada sesuatu yang merekah didalam hatinya, Damarwulan yang sebelumnya memang sudah menaruh hati kepada putri cantik itu juga salah tingka, sesaat mereka diam sambil sesekali mencuri pandang, para prajurit yang mengawal putri Blambangan mengerti kalau junjungan sedang terkena panah asmara, sehingga mereka tersenyum-senyum dan mendehem-dehem tentu saja Raden Ayu Kencono Wungu semakin memerah wajahnya menahan malu, akhirnya Ki Jaya Taruno  dan Aki Wong mendekati Damarwulan dan menepuk-nepuk pundak pemuda yang juga terkena asmara itu lalu Ki Jaya Taruno  berkata pada Raden Ayu  Kencono Wungu," Mohon beribu ampun gusti ayu, memang anak hamba ini lancang berani menghambat perjalanan tuanku, sekarang silahkan gusti ayu melanjutkan perjalanan."
" Benar paman eh, paman Wirotama mari lanjutkan perjalanan paman eh ..." dengan salah tingkah Raden Ayu memerintahkan kepada Bekel Wirotama untuk menyiapkan para prajurit pengawal yang berjumlah 300 orang itu agar melanjuntukan perjalanan,namun Bekel Wirotama mengatakan sesuatu,
" Ampun gusti ayu, bukankah kanjeng gusti Wikramawardhana hendak mencari prajurit khusus yang tatag, tanggon, trengginas sakti mandraguna seperti anak muda yang telah menyelamatkan gusti ayu?" Raden Ayu  Kencono Wungu tersenyum mendengar kata Bekel Wirotama.
" Benar paman Wirotama, andhika Damar jika andhika mau jadi prajurit khusus di Blambangan datanglah ..." Damarwulan tersenyum dan menggangguk sementara Aki Taruno tersenyum, Aki Wong menyahut," pasti gusti ayu Damar pasti datang gusti .." Raden Ayu  Kencono Wungu tersipu malu demikian pula Damarwulan, lalu rombonganpun meninggalkan pintu gerbang menuju Tlatah Blambangan.
Sepeninggal Raden Ayu  Kencono Wungu, Ki Jaya Taruno  dan Aki Wong berbicara pada Damarwulan, Aki Wong berbicara dulu," Damar kini perjuangkanlah diri dan cintamu ke Blambangan, ikutlah takdirmu." lalu disambung ki Taruno," Bener kata paman wong Damar, pergilah ke Blambangan , kejarlah takdirmu, kami yakin engkau akan menjadi orang besar dikemudian hari, pergilah .."
Damarwulan kemudian merangkul kedua aki tersebut," Baiklah Aki Taruno, paman Wong mohon maaf merepotkan aki dan paman, kini saatnya ke Blambangan, terimakasih atas semuanya .." Damarwulan pun meninggalkan kedua pedagang kelontong itu menuju ke Blambangan sesuai perintah bapanya Resi Tunggul Manik.
Dalam perjalanan itu Damarwulan melewati beberapa tempat yang bergunung-gunung, lembah-lembah dan beberapa kedaton kuno peninggalan zaman sebelum Mahabrata bahkan Ramayana, namun yang benar-benar menakjubkan adalah Gunung Mahameru atau disebut Gunung Mandalgiri. Gunung yang sangat tinggi menjulang ke angkasa, konon menurut kisah Gunung Mahameru sebelumnya ada di sebelah barat Blambangan dan sebelah timur Lamajang. dulu terletak di Kelansapura di pulau Swarnadwipa, dahulu kala pulau Jawa terombang ambing, berguncang guncang karena belum punya pasak yang membuatnya kokoh, atas perintah para dewa diangkatlah Gunung Mahameru yang semula ada di Swarnadwipa dibawah menuju pulau Jawa, dalam perjalanan banyak bagian gunung yang jatuh berceceran akhirnya menjadi gunung dan pegunungan disepanjang Swarnadwipa dan Jawadwipa, lalu untuk memudahkan transportasi akhirnya Gunung Mahameru yang tersisa ditancapkan disebelah timur Lamajang dan sebelah barat Blambangan.
Gunung Mahameru ini merupakan gunung tertinggi di Jawa,Damarwulan mencoba mendaki gunung ini dari arah barat. Dalam perjalanan ini Damarwulan mendapat banyak rintangan dari bermacam macam bentuk mulai dari hadangan para penyamun perampok, pendekar-pendekar sampai hewan-hewan buas, namun semua bisa dihadapi Damarwulan hanya ada rintangan yang lumayan berat yaitu hadangan dari pendekar Kuda Tilarso, seorang pendekar sakti mandraguna dari lereng Mahameru yang termashyur. Ketika perjalanan semakin menanjak, terjal dan pepohonan mulai jarang Damarwulan memutuskan untuk beristirahat dan bermalam ditempat itu, kemudian Damarwulan mencari cari tempat yang aman untuk bermalam, tak lama kemudian dia menemukan sebuah goa yang cukup besar.
" Ah sebuah goa yang besar lumayan untuk bermalam." Damarwulan memasuki goa tersebut ,kondisi goa cukup bersih kelihatan kalau goa ini sering didatangi manusia atau bahkan ada manusia yang menghuni goa itu. Setelah masuk cukup dalam Damarwulan menemukan sebuah batu yang datar cukup untuk merebahkan tubuh, dia memutuskan berhenti dan merebahkan dirinya diatas batu yang datar itu ," Oohh nyaman juga batu ini , tubuhku pegal pegal capek seharian jalan kaki mendaki Gunung Mahameru ..."
Haripun menjadi gelap, suara suara binatang malam mulai berlomba mengeluarkan suara-suara emasnya, Damarwulan menyalakan api unggun dengan ranting ranting kering yang berceceran dilantai gua. Tak lama kemudian perutnya terasa lapar lalu Damarwulan mengambil makanan yang diambil dari bekalnya, lalu memakannya dengan lahap. Tak terasa malam makin larut Damarwulanpun kembali berbaring dibatu datar, tiba-tiba dia merasakan kehadiran seseorang yang berjalan menuju tempatnya berada," Hm aku mendengar langkah langkah kaki seseorang yang hendak kesini, aku harus waspada."
Damarwulan tetap berbaring telentang sambil memejamkan kedua belah matanya pura-pura tidur, sementara suara langkah kaki itu semakin mendekat dan mendekat. Hingga benar-benar mendekat dan dengan terkejut dan marah," Hey ! Siapa kau ! Berani masuk ke sini !"
Dan Damarwulan tetap berbaring pura-pura tidur sehingga sesosok berbaju hitam itu semakin marah," Kurangajar ! Budek ! Ayo bangun ! Bosan hidup ya kamu?"
" Bangsaaat ! Hiyaaaa .!!!" dengan marah sosok ini melancarkan tendangan yang mengarah ke Damarwulan yang masih pura-pura tidur ,namun dengan cekatan Damarwulan menghindari serangan orang ini," Hop hiyaaa !!" karenanya kemudian terjadi pertarungan yang sengit ,Damarwulan dengan ketangkasan melayani pertarungan dengan segala ketangkasanya , akhirnya pertarungan antara mereka terhenti karena Damarwulan yang memintanya.
" Tunggu dulu kisanak! Tunggu hentikan serangan ! Apa kesalahan saya kisanak !"
Damarwulan mencoba sosok berbaju hitam yang wajahnya terlihat samar-samar karena kondisi didalam gua itu agak gelap karena penerangannya hanya dari api unggun.
" Kenapa harus berhenti pengecut! Apa kau takut ? Jelas kau punya kesalahan padaku ! Karena kamu telah lancang masuk rumah pendekar Kuda Tilarso !!!" sosok itu rupanya pendekar sakti Kuda Tilarso.
" Oh maafkanlah kelancangan saya tuan pendekar Kuda Tilarso, saya kemalaman sehingga terpaksa masuk kesini tuan maafkan saya sekali lagi." namun Kuda Tilarso tak ambil pusing dengan permintaan maaf dan alasan Damarwulan ," Jangan banyak bacot! Ayo hadapi Kuda Tilarso pendekar sakti dari lereng Mahameru!" dengan gerakan memutar Kuda Tilarso kembali menyerang Damarwulan yang nampak belum siap dengan serangan kali ini sehingga dadanya terkena terjangan dan pukulan musuhnya dan terjungkal.
" Haha haha haha hanya segitukah kemampuanmu?" Damarwulan yang terjungkal kembali bangkit mencoba meraih kekuatannya," Baiklah tuan pendekar Kuda Tilarso saya harus membela diri saya .."
" Bagus! Jika engkau tidak melawan engkau akan mampus!!!! Ayo tunjukan kelebihanmu he satrio! Ayo tahan jurusku hiyaaaaa!!!!!!!"
Pertarungan kembali berlangsung dengan serunya, kali ini Damarwulan tidak hanya menghindar dari serangan namun juga melancarkan jurus-jurusnya, melihat hal ini Kuda Tilarso semakin bernafsu menyerang Damarwulan meningkatkan jurus-jurus pamungkasnya. Damarwulanpun melayani serangan pendekar ini, sehingga pada suatu kesempatan yang tepat Damarwulan mendaratkan pukulannya telak mengenai dada Kuda Tilarso, hingga tubuh Kuda Tilarso terdorong beberapa langkah ke belakang, sambil meringis menahan sakit Kuda Tilarso mengumpat," bangsaat !!!!!! Rupanya kamu pendekar pilih tanding siapa engkau sesungguhnya!”
Damarwulan tersenyum dan menjawab ," Saya hanya pemuda biasa dari kaki Gunung Kampud tuan."
" Aku tak percaya dengan kata katamu! Sekarang kita lanjutkan pertarungan ini! "
" Tunggu dulu tuan apa gunanya pertarungan ini?"
" Untuk menunjukan siapa yang paling digdaya diantara kita!"
" Kalau hanya untuk itu baiklah tuan Kuda Tilarso saya mengakui kedigdayaan tuan atas saya ."
" Kedigdayaan harus diraih dengan pertarungan! Ayo jangan banyak omong! Tahanlah jurusan dan ajian pamungkasku hiyaaaaat!!"
Kuda Tilarso segera mengeluarkan Ajian Lebur Saketi-nya, tubuhnya bergetar menggelorakan kekuatan yang amat besar, Damarwulan bersiap menghadapi serangan kali ini dengan menggunakan Ajian Tameng Wojo. Kuda Tilarso menyerang membabi buta ke tubuh Damarwulan sehingga menimbulkan ledakan ledakan yang mengglegar, Damarwulan hanya berdiam diri membiarkan tubuhnya ditendang dipukul dengan bertubi-tubi namun tubuh Damarwulan tak bergeming sedikitpun. Lama-kelamaan tenaga Kuda Tilarso habis, dia seperti memukul baja yang amat kokoh kaki dan tangannya sampai berdarah darah karenanya, sampai pada akhirnya Kuda Tilarso ambruk tak berdaya.
Damarwulan menghentikan Ajian Tameng Wojonya dan mendekati Kuda Tilarso yang tertelungkup kehabisan tenaga, lalu dengan menyentuh tangan Kuda Tilarso Damarwulan mengetahui kalau pendekar itu benar-benar tak berdaya kemudian mengangkat tubuh Kuda Tilarso keatas batu datar. Kemudian Damarwulan duduk bersila dihadapan Kuda Tilarso, mengerahkan hawa murni dari tenaga dalamnya
" Aku harus menyalurkan hawa murni untuk memulihkan tenaganya." beberapa saat kemudian Kuda Tilarso didudukan berhadapan dengan dirinya, lalu kedua tangannya ditempelkan kedua dada Kuda Tilarso ,lalu menyalurkan hawa murninya.
Setelah beberapa lama Kuda Tilarso mulai pulih tenaganya, Damarwulanpun menghentikan pengaliran hawa murninya, Kuda Tilarso tertunduk malu karena telah diselamatkan jiwanya oleh orang yang justru tadi dimaki-makinya ditendang bahkan diserang hendak dibunuhnya, Damarwulan tersenyum Ramah pada Kuda Tilarso dan berbicara," bagaimana keadaan tuan pendekar ,apa sudah baikan ? Kulihat tangan dan kaki tuan luka luka mau saya obati tuan."
" Tidak tuan tangan dan kaki saya tidak apa apa ....maafkan saya tuan, saya sangat tidak tahu diri ....justru tuan malah menyelamatkan nyawa saya, sungguh tak tahu malu saya tuan .." Kuda Tilarso membungkuk meminta maaf pada Damarwulan.
" Tak perlu sampai begitu tuan, sudahlah tuan yang penting kondisi tubuh tuan membaik jangan berpikiran macam macam dulu."
Kemudian Damarwulan menyuguhkan makanan bekalnya pada Kuda Tilarso .
" Sebenarnya siapakah tuan ini dan hendak kemana?"
" Saya berasal dari desa dikaki Gunung Kampud dekat kedaton lama Hastinapura, nama saya Damar, saya hanya pengelana yang ingin melihat Blambangan ."
" Jika tuan memerlukan sesuatu saya akan memenuhinya tuan ."
" Janganlah panggil sama dengan tuan, panggillah Damar saja saya bukan keturunan bangsawan hanya bocah ndeso."
Kuda Tilarso tersenyum," Baiklah kakang Damar ..." Damarwulan ikut tersenyum ," hahaha itu lebih enak didengar kan Kuda Tilarso?"
Begitulah singkat Damarwulan meneruskan perjalanan menuju Blambangan, setelah meninggalkan goa tempat tinggal Kuda Tilarso Damarwulan menjelajahi Gunung Mahameru selama beberapa hari akhirnya sampai dikaki gunung sebelah timur dari sana kemegahan kedaton Bangbangan yang berwarna merah menyala terlihat diantara megahnya kota Blambangan. Damarwulan mengagumi kemegahan kota dan kedaton Bangbangan yang luar biasa walau masih terlihat cukup jauh, memang kota dan kedaton ini dibangun Temenggung Arya Mandalika Wikramawardhana seorang panglima perang armada amukti palapa yang bermarkas dibedander yang kemudian membawa seluruh armadanya menuju timur setelah kecewa pada sikap Mahaprabu Hayam Wuruk yang mengusir dan memberhentikan secara tidak terhormat Mahapatih Gajahmada setelah perang Bubat.
Damarwulan meneruskan perjalanan dengan jalan kaki seperti pertama kali keluar dari pesanggrahan Madakaripura, menuju kota Blambangan yang tampak tidak terlalu jauh lagi. " Sesuai dawuh bapa resi aku harus menyelidiki kehidupan kedaton Bangbangan."
Memang Resi Tunggul Manik alias bekas Mahapatih I Hino Gajahmada mengutus Damarwulan anak angkatnya untuk berkelana ke Blambangan guna menyelidiki keadaan di kedaton Bangbangan yang santer dicurigai hendak memberontak dan melepaskan diri dengan pemerintah pusat di Sastrowulan, sekalipun sudah dipecat oleh putranya sendiri Gajahmada tetap berkewajiban menjaga keutuhan Mojopait sebagai penerus Nuswantara dan penguasa dunia. Perjalanan Damarwulan menyusuri desa desa dibarat kota Blambangan selama beberapa hari, sambil sesekali mencari informasi tentang keadaan kekuatan Minak Jinggo.
Sementara itu Damarwulan telah memasuki kota Blambangan mendengar adanya latihan para pemuda yang digembleng menjadi prajurit-prajurit khusus dialun-alun, segera menuju ke sana ingin menyaksikan latihan tersebut. Sementara di alun-alun para pemuda sedang berlatih olah keprajuritan disaksikan rakyat kota Blambangan, nampak Damarwulan ada diantara kerumunan rakyat yang memadati alun-alun. Damarwulan kagum dengan ketangkasan para pemuda itu, pelatih mereka adalah para hulubalang prajurit Blambangan yang dengan keras penuh disiplin melatih dan menggembleng mereka. Biasanya ada tempat khusus berlatih bagi para prajurit atau calon prajurit didalam gedung bunder yang tidak beratap, mempunyai tempat duduk bertingkat yang melingkari sebuah alun-alun kecil, hanya kerabat kedaton yang boleh melihatnya, namun karena tujuannya rakyat supaya tahu latihan ini maka dipindahkan ke alun-alun.
Sementara itu di puri dalem keprabon bale Bangbangan Raden Ayu  Kencono Wungu sedang menghadap ayahandanya Wikramawardhana atau disebut Minak Jinggo ditengah hari. Raden Ayu  Kencono Wungu matur pada Ramanya," Rama kenapa Rama mengundang pemuda-pemuda dari penjuru Blambangan untuk dilatih menjadi prajurit-prajurit khusus Rama? Bukankah prajurit Blambangan sudah memadai menjaga keamanan Tlatah kita ini?"
Minak Jinggo tersenyum mendengar pertanyaan putrinya." Putriku engkau kini sudah besar nduk, ingatkah engkau peristiwa sepuluh tahun yang lalu ketika kita masih dibedander ?"
" Ketika itu ananda masih kecil Rama jadi kurang begitu paham."
" Setelah perang Bubat yang dahsyat itu tanpa bertanya tanpa mencari pertimbangan Mahaprabu Hayam Wuruk memanggil Mahapatih Gajahmada dan Dewi Lanjar ke puri dalem keprabonnya dikedaton Sastrowulan, memarahi kedua orang yang justru menyelamatkan negara dan tahtanya sebagai maharaja."
" Kenapa Dewi Lanjar putri Galunggung juga dipanggil Rama ?"
" Tentu saja Dewi lanjar dipanggil Mahaprabu Hayam Wuruk karena dianggap ikut mendorong terjadinya perang Bubat, padahal bukan begitu kejadian sesungguhnya, yang membuat kami kecewa adalah sikap dan keputusan mengusir dan memecat gusti Mahapatih Gajahmada secara tidak hormat! Padahal beliaulah tokoh yang paling berjasa bagi Mojopait dan Nuswantara!" Adipati Minak Jinggo mengeraskan suaranya menegaskan kemarahan yang meluap luap. Kencono Wungu melihat kemarahan yang terlihat dari ucapannya jadi ragu ragu untuk menanyakan lebih lanjut, lalu setelah agak reda kemarahannya Adipati Minak Jinggo berkata," Kencono Wungu putriku ada apakah ananda menanyakan semua itu?"
" Ananda khawatir akan terjadi peperangan dengan Mojopait Rama, sebuah pertumpahan darah diantara kita sendiri." Adipati Minak Jinggo mengeryitkan dahi mendengar kata kata putrinya itu .
" Ketahuilah Kencono Wungu, Ramamu ini tidak pernah berniat memberontak pada Mahaprabu Hayam Wuruk di Sastrowulan, Ramamu dan seluruh pasukan kecewa pada keputusan beliau tentang pemecatan gusti Gajahmada!"
" Lantas kenapa Rama memperkuat Blambangan dengan melatih pemuda-pemuda menjadi prajurit-prajurit khusus Rama? Apa itu tidak memancing kemarahan mahaprabu di Sastrowulan?"
" Anakku Kencono Wungu cepat atau lambat Mojopait akan mengerahkan prajurit-prajuritnya untuk menangkap Ramamu ini, di Tlatah Blambangan ini rakyat telah menganggapku sebagai raja mereka, setiap serangan ke Blambangan adalah juga serangan terhadap rakyat maka Ramamu ini berkewajiban membela rakyat dari serangan musuh." Adipati Minak Jinggo menegaskan tujuannya memperkuat pertahanan Blambangan, Raden Ayu  Kencono Wungu kehabisan akal untuk melunakan hati Ramandanya.
Dengan putus asa Raden Ayu  Kencono Wungu memohon izin untuk kembali ke kaputren ," Baiklah Rama, ananda mohon undur diri dari puri dalem keprabon hendak kembali ke kaputren."
 " Kembalilah ke kaputren putriku beristirahatlah .."
Setelah menghaturkan sembah bakti Raden Kencono Wungu diantar dayang-dayang kembali ke kaputren, sementara Adipati Minak Jinggo masih duduk didampar kencono dengan segala keresahan dalam pikirannya.
Sementara itu Damarwulan telah memasuki kota Blambangan mendengar adanya latihan para pemuda yang digembleng menjadi prajurit-prajurit khusus di alun-alun, segera menuju ke sana ingin menyaksikan latihan tersebut. Sementara di alun-alun para pemuda sedang berlatih olah keprajuritan disaksikan rakyat kota Blambangan, nampak damarwulan ada diantara kerumunan rakyat yang memadati alun-alun. Damarwulan kagum dengan ketangkasan para pemuda itu ,pelatih mereka adalah para hulubalang prajurit blambangan yang dengan keras penuh disiplin melatih dan menggembleng mereka.
Biasanya ada tempat khusus berlatih bagi para prajurit atau calon prajurit di dalam gedung bunder yang tidak beratap, mempunyai tempat duduk bertingkat dan melingkari sebuah alun-alun kecil, hanya kerabat kedaton yang boleh melihatnya, namun karena tujuannya rakyat supaya tahu latihan ini maka dipindahkan ke alun-alun.
Di tengah serunya latihan perang tersebut dari arah kedaton munculnya rombongan kereta kencana menuju alun-alun, rupanya sang adipati Minakjinggo dan putrinya Raden Ayu Kencono Wungu hadir untuk melihat langsung latihan prajurit itu. Melihat junjungannya turut menyaksikannya para pemuda semakin bersemangat berlatih terutama karena kehadiran Raden Ayu Kencono Wungu yang cantik jelita tak terkecuali Damarwulan yang juga menyaksikan latihan perang dari tepi alun alun.
" Duh gusti ayu Kencono Wungu aduh ayune..." gumam Damarwulan dalam hati, tak lama kemudian Adipati Minak Jinggo turun dari kereta bersama putri Kencono Wungu menuju tempat duduk yang telah dipersiapkan, lalu sang adipati berkata pada Temenggung Suro Cakra," Temenggung bagaimana potensi pemuda pemuda ini jadi prajurit khusus?"
"Mohon ampun gusti, pemuda-pemuda ini sebenarnya cukup berbakat, namun untuk menjadi prajurit khusus perlu gemblengan yang membutuhkan waktu lama gusti." Jawab Temenggung Suro Cokro.
" Baiklah temenggung yang penting kamu latih mereka sehingga mampu menghadapi prajurit-prajurit Mojopait yang dipimpin Temenggung Arya Mandalika Empu Nala. "
" Sendiko dawuh gusti."
Selanjutnya Temenggung Suro Cokro kembali ke tengah alun-alun memimpin latihan prajurit, sementara itu Damarwulan berusaha mendekati bangsal yang ditempati Adipati Minak Jinggo dan putri Kencono Wungu. Karena ketatnya penjagaan terhadap bangsal tersebut Damarwulan kesulitan mendekat, dan melihat putri Raden Ayu  Kencono Wungu dari kejauhan sambil mencari cara untuk mendekat. Tak lama kemudian angin bertiup kencang berputar putar dialun alun semakin lama semakin kencang.
Membuat umbul-umbul beterbangan, semakin lama angin lesus ini semakin kencang bertiup, banyak orang yang mulai terdorong bahkan terjungkal tiupannya. Tak terkecuali para prajurit, para pemuda dan bangsal tempat Adipati Minak Jinggo  kocar-kacir terkena tiupan angin lesus ini, sementara itu Raden Ayu  Kencono Wungu memeluk ayahandanya Adipati Minak Jinggo yang tampak kokoh tak bergeming sedikitpun oleh terpaan angin lesus," Rama-Rama ada apa ini Rama kenapa ada angin lesus yang tiba tiba datang disini Rama?"
Adipati Minak Jinggo  tersenyum mendengar ketakutan putrinya ," Tenanglah anakku tenanglah ."
Rupanya sang Adipati Minak Jinggo yang nama aslinya adalah Wikramawardhana mantan Panglima Armada Amukti Palapa yang termasyur kehebatannya itu menyadari kalau angin lesus tadi adalah sebuah Ajian Bayu Bajra yang digelar oleh seseorang yang sakti, sehingga beliau tidak terlalu panik hanya heran siapa yang bisa menguasai ajian tersebut dan kenapa dia sengaja menggunakan ajian itu pada alun alun tempat latihan para bawahannya," Hmm siapa yang menguasai ajian bayu bajra ini? Pasti ada telik sandi Mojopait disini tapi siapa dia? Hanya gusti Gajahmada yang bisa menurunkan ajian .." Adipati Minak Jinggo  berkata dalam hati. Tak lama kemudian angin lesus surut berangsur-angsur, para prajurit dan warga bersama sama membenahi kerusakan kerusakan akibat angin lesus tadi, kemudian Temenggung Suro Cokro menghadap pada junjungannya," Mohon ampun gusti, karena angin lesus ini suasana latihan kacau balau gusti, namun hamba curiga ini ajian seseorang yang hendak mengacau ...mungkinkah dari...."
" Sudahlah temenggung, jangan diteruskan kata-katamu, sebaiknya istirahatkan dulu latihan ini,  lanjutkan lain hari."
" Sendiko dawuh gusti."
Sementara itu Damarwulan dengan tergesa-gesa meninggalkan alun-alun tempat latihan prajurit Blambangan dan berhenti didekat gapura kota," Rupanya Bapa Resi Tunggul Manik  kurang berkenan tadi aku mengerahkan ajian bayu bajra dengan cara menghentikan ajianku dari jarak jauh." gumam Damarwulan dalam hati," Hmm baiklah bapa, maafkan kehilafanku karena sembarangan menggunakan ajian bayu bajra, mungkin aku harus meninggalkan Blambangan ini..."
Akhirnya Damarwulan dengan berat hati meninggalkan Tlatah Blambangan menuju ke barat menuju pasanggrahan Madakaripura mengabaikan gejolak hatinya yang ingin selalu dekat dengan putri Minak Jinggo Raden Ayu  Kencono Wungu.



indeks
- Bedander sekarang lebih dikenal dengan dander di wilayah kabupaten bojonegoro
- Gunung Kampud sekarang bernama Gunung Kelud
- Madepa berasal dari bahasa madura artinya halaman depan dumah / teras depan rumah
- Sastrowulan sekarang lebih di kenal dengan trowulan kabupaten Mojokerto
- Lamajang atau lumajang sebuah kadipaten besar yang terletak di sebelah timur gunung salaka dan gunung bromo dan sebelah barat gunung mahameru.lamajang didirikan Arya Wiraraja atau yang dikenal dengan Adipati Cakraningrat,kadipaten lamajang masih satu masa dengan berdirinya Mojopait di Sastrowulan

Senin, 02 Juli 2012

NOVEL DAMARWULAN SERI 1



Kisah Berdirinya Kerajaan Mojopait

Pada zaman kerajaan Mojopait berkuasa dengan megahnya memancarkan keagungan dan luasnya kekuasaannya membuat kerajaan-kerajaan lain dimuka bumi segan dan memuliakannya sebagai kerajaan yang dipertuan agung kerajaan lain di dunia.
Pada saat itu Mahapatih Gajahmada memasuki Tlatah Madakaripura setelah menanggalkan baju kebesarannya beserta seluruh kekuasaannya sebagai seorang Mahapatih I Hino di Mojopait, memakai baju laksana seorang resi. Beliau berjalan kaki menuju pesanggrahannya, dengan segala kepenatan yang ada dalam benaknya setelah beberapa peristiwa besar yang dialaminya. Dalam keremangan malam beliau melangkah menyusuri jalan yang naik turun, terdengar suara jengkerik dan lolongan srigala di kanan dan kiri jalan yang seolah melengkapi kepenatan sang mantan mahapatih tertinggi di Nuswantara...
Tak lama kemudian terlihat sebuah pelita dikejauhan," Hm apa itu didepan sana ada pelita dinyalakan ditengah malam begini." gumam beliau sambil bergegas melangkah menuju sumber pelita itu.
Ternyata ada seorang bocah kecil yang menggigil kedinginan berada dekat pelita atau disebut Damar, entah siapa bocah lelaki ini...
Tak lama kemudian muncullah lelaki setengah baya memakai baju seorang resi yang berwibawa dan terlihat kokoh tubuhnya...melangkah mendekati bocah kecil yang kedinginan itu.
" Siapa kamu ngger? Kenapa kamu sendirian ditempati seperti?" tanya lelaki itu yang tentu saja mengagetkan bocah kecil itu yang semakin ketakutan. " Sssayaa eeh." dengan gemetar dan ketakutan bocah.
" Jangan takut ngger, aku Resi Tunggul Manik jangan takut." kata lelaki setengah yang ternyata Gajahmada yang tlah berganti nama menjadi Resi Tunggul Manik. Resi Tunggul Manik memeluk bocah kecil tersebut," Maukah engkau ikut aku ngger? Aku sendirian di pesanggrahan Madakaripura..."
Lalu bocah itu memandang wajah Resi Tunggul Manik yang amat berwibawa," Inggih Bapa resi, saya mau ikut Bapa ke pesanggrahan."
Sang Resi tersenyum mendengar jawaban bocah itu, lalu setelah mematikan pelita (Damar) tersebut mereka melangkah menembus kegelapan malam menuju pesanggrahan Madakaripura. Pesanggrahan Madakaripura sebenarnya lebih mirip kompleks kedaton karena begitu luasnya dan bangunan-bangunannya tak ubahnya bangunan-bangunan dalam sebuah kedaton. Tak berapa lama kemudian sampailah Resi Tunggul Manik di gapura utama, bocah kecil itu terbengong-bengong kagum melihat kemegahannya,
" Duh Bapa resi megah sekali gapura bentarnya sebesar bukit... Ini bukanlah gapura pesanggrahan Bapa tapi gapura sebuah kedaton." kata bocah itu, Resi Tunggul Manik tersenyum mendengarnya.
Setelah melewati sebuah alun-alun akhirnya mereka sampai disebuah bangunan yang lebih mirip Sitihinggil, lalu menuju sebelah kanan bangunan tersebut namun ada yang aneh karena dalam kompleks yang pantas disebut sebuah kedaton itu hanya mereka berdua.
Akhirnya Resi Tunggul Manik sampai disebuah rumah besar dan mengajak bocah itu masuk ke dalam,
" Siapa namamu ngger? Bocah itu hendak menjawab namun sang resi berkata lagi," Sudahlah ngger namamu sekarang Damar karena pertama aku melihatmu sedang menyalakan Damar (pelita) untuk menghangatkan badan ditambah wulan karena tepat malam purnama."
Akhirnya Damarwulan diantarkan Resi Tunggul Manik kedalam sebuah kamar yang cukup besar, Damarwulan duduk dipembaringan memandang sekeliling dan berkata kepada resi," Terimakasih Bapa resi karena Bapa mengajak saya tinggal ditempat yang sangat indah ini, tapi kenapa tempat seluas ini kosong tiada seorangpun kecuali kita ...."
Resi Tunggul Manik menghampiri Damarwulan dan memegang dagu bocah itu dan menjawab," Tidurlah ngger ...istirahatlah, anggaplah pesanggrahan ini sebagai rumah juga anggaplah aku seperti Bapamu sendiri.." sambil mengelus kening Damarwulan yang terdiam membisu mendengar kata-kata beliau, lalu meninggalkan Damarwulan di kamar itu, sementara Damarwulan termangu sendiri sampai akhirnya tertidur.
Hari berganti hari bulan berganti bulan tak terasa Damarwulan hampir satu tahun tinggal bersama Resi Tunggul Manik. Banyak hal yang diajarkan sang resi kepada Damarwulan, ilmu keprajuritan, olah kanuragan, dan banyak lagi. Damarwulan dengan tekun mempelajari semua yang diajarkan ayah angkatnya, sang Resi sangat kagum dengan keuletan dan ketabahan Damarwulan dalam menerima gemblengan darinya. Namun Damarwulan masih juga heran kenapa mereka hanya berdua ditempat itu juga perihal siapa sesungguhnya Resi Tunggul Manik ayah angkatnya itu, namun Damarwulan belum berani menanyakan lagi pada sang resi yang sangat disayanginya itu.
Dalam sanggar pamujannya Resi Tunggul Manik sedang bertapa mengheningkan diri, melarutkan jiwa dalam samudra tapa yang tiada batas.....
Dalam tapanya Resi Tunggul Manik mendapatkan petunjuk kalau anak angkatnya yaitu Damarwulan kelak akan menjadi mahaprabu di Mojopait, Resi Tunggul Manik sadar kalau dia harus lebih keras dan tekun menggembleng anak angkatnya dengan berbagai macam ilmu dan pengetahuan ketatanegaraan.
" Aku yakin pada saatnya nanti Damarwulan akan mampu menyatukan kembali Mojopait yang terpecah setelah perang Bubat dulu...duh angger Damarwulan." begitu kata hati Resi Tunggul Manik setelah bangun dari tapanya, lalu tak lama kemudian beliau menuju kamar Damarwulan yang masih satu rumah dari sanggar pamujannya. Rupanya Damarwulan tidak tidur, dia tampak lagi duduk ditepi pembaringan.
" Duh Bapa, ada apa malam malam begitu Bapa menemui saya?" Resi Tunggul Manik duduk disebelahnya," Ketahuilah ngger Bapa hendak menceritakan kepadamu tentang suatu hal penting." Damarwulan memandang wajah ayah angkatnya dengan penuh tanya ,"Ada apakah Bapa?"
Lalu Resi Tunggul Manik menceritakan kisah peralihan dari kerajaan Singosari sampai ke awal berdirinya kerajaan Mojopait. Seolah terbang kembali ke masa lalu.....
Dikisahkan kerajaan Singosari memang didirikan Ken Arok dibekas kadipaten Tumapel setelah menikahi Ken Dedes, ken arok merupakan titisan Ditya Kalagitya mahapatihnya khayangan..........
Selanjutnya pada masa pemerintah Mahaprabu Kertanagara beliau mempunyai putra bernama Kertajaya, seterusnya tahta Singosari diteruskan Mahaprabu Kertajaya. Pada masa inilah Joko Kantiwong seorang putra dari Cina (bangsa Han) diangkat menjadi putra angkat Mahaprabu Kertajaya, beberapa masa kemudian Joko Kantiwong diberi kekuasaan menjadi adipati didaerah Ndandangan. pada awal awal pemerintahan Prabu Jayakatwang atau Prabu Ndandang Gendis berjalan amat baik dan makmur, beliau amat memuliakan ayah angkatnya Mahaprabu Kertajaya di Singosari namun itu hanya berlangsung 6 bulan saja.
Pada hari itu seluruh pembesar kraton Singosari hadir pada pisowanan agung di paseban agung kraton Singosari, para temenggung, adipati, patih dalam maupun Patih Njobo, Mahapatih I Hino, Mahapatih I Halu menempati posisi masing-masing sesuai pangkatnya.
Tak lama kemudian Mahaprabu Kertanaga hadir, seluruh yang hadir memberikan penghormatan pada beliau, kemudian duduk di singgasananya yang indah bertahtakan intan berlian dan emas.
“ Para pembesar kratonku hari ini sengaja aku kumpulkan andhika semua disini untuk menerima utusan dari Kitai Nagari yang hendak membacakan surat dari Kubhilai Khan untukku, apa mereka sudah hadir disini kakang mahapatih?“ Lalu Resi Tunggul Manik meneruskan kisahnya lagi ....
Empu raganatha selaku Mahapatih I Hino menjawab sabda sang Mahaprabu,
" Sendiko dhawuh gusti, mereka utusan dari Kitai Nagari siap masuk ke paseban agung puri dalem keprabon."
Selanjutnya para punggawa membawa utusan dari Mongolia menghadap Mahaprabu Kertanagara, mereka berjumlah 4 orang, salah seorang diantaranya maju kedepan menghaturkan penghormatan pada Mahaprabu,
" Terimalah penghormatan hamba tuan, nama hamba Meng Ki, diutus paduka yang mulia kaisar Kubhilai Khan untuk menyampai salam dan pesan untuk tuan Mahaprabu Kertanagara..."
Lalu Meng Ki ketua utusan itu hendak menyampaikan pesan itu namun Mahaprabu Kertanagara bersabda," Tunggu hey utusan, aku terima salam rajamu, sekarang bacakan pesan dari rajamu dihadapanku!"
 " Kepada Mahaprabu Kertanagara Raja Singosari yang bijaksana, negerimu subur makmur dan indah namun akan tetap subur makmur lagi jika engkau sujud dibawah kekuasaanku Maharaja Agung penguasa dunia yang mulia kaisar Kubhilai Khan yang agung, aku akan lindungi negerimu dan makmurkan negerimu, tetapi engkau menolak maka negerimu akan kuhancurkan, balatentaraku akan meluluh lantakan negerimu .."
Betapa murkanya Mahaprabu Kertanagara mendengar pesan yang dibacakan itu, secepat kilat beliau bangkit mencabut keris salah seorang punggawa yang ada didekatnya lalu mengarahkan keris itu ke wajah Meng Ki, semua yang hadir dipaseban itu terpaku menyaksikan peristiwa itu, termasuk ketua utusan Mongolia itu terpaku. Tak lama kemudian sang Mahaprabu berteriak keris sambil menghunus keris,
" Hey Meng Ki sampaikan pada rajamu ini jawabanku!!" sambil melempar sesuatu yang penuh darah dihadapan Meng Ki.
" Aduuuh perih !!" tiba tiba Meng Ki merasakan perih dan panas diwajah dan telinganya, lalu dia meraba wajah dan telinga kanannya penuh darah!
Rupanya wajah dan telinga kanannya terluka, bahkan daun telinga kanan terpotong tak dia sadari,
" Aduuuh telingaku aduuuh....kurang ajar kau Mahaprabu! Engkau akan membayar penghinaan ini! Paduka kaisar Kubhilai Khan akan meratakan negerimu!" teriak Meng Ki memegang telinganya yang terputus, seluruh yang hadir mencabut senjata masing-masing termasuk 3 orang utusan teman Meng Ki.
 " Hahaha katakan pada Kubhilai Khan, aku Kertanagara akan membantai semua bala tentaranya tanpa sisa! Bahkan sekalian rajamu itu!" sang Mahaprabu berkacak pinggang, lalu Mahapatih Raganatha berbicara,
"Mohon ampun gusti prabu, tindakan paduka akan memancing peperangan gusti, melukai utusan itu suatu pelanggaran gusti.."
Suasana masih tegang ,seluruh punggawa kedaton menghunus senjata mengepung keempat utusan Mongolia itu," Gusti prabu sebaiknya biarkanlah keempat utusan Kitai Nagari itu meninggalkan paseban agung ini.."
Mahapatih Raganatha meminta Mahaprabu Kertanagara membiarkan keempat utusan itu pergi.
" Tentu saja kakang mahapatih, mereka harus segera pulang kenegerinya untuk menyampaikan pesanku! Heey kau Meng Ki! Katakan pada rajamu aku tak sudi tunduk padanya! Negerimu terlalu kecil bagi kekuatan angkatan perangku! Katakan pada rajamu!"
Memang sejak saat Mongolia menyerang Nuswantara berkali-kali namun slalu gagal, selanjutnya Resi Tunggul Manik berkata pada Damarwulan," Ngger Damarwulan, pihak Mongolia memang selalu gagal menyerang Nuswantara namun mereka menggunakan siasat licik setelah mengetahui putra Mahaprabu Kertanagara yaitu Mahaprabu Kertajaya penerus tahta Singosari memiliki anak angkat dari Cina atau Han yaitu Joko Kantiwong atau Jayakatwang."
Damarwulan dengan serius menyimak kisah yang diceritakan ayah angkatnya, ketika mendengar Jayakatwang diangkat menjadi adipati Ndandangan dengan gelar Prabu Dandang Gendis, Mongolia mengirim utusan untuk menghasut prabu Ndandang Gendis supaya melawan ayah angkatnya yaitu Mahaprabu Kertajaya. Maka berangkatlah rombongan Mongolia dengan menyamar sebagai utusan perdagangan ke kadipaten Ndandangan, setelah memasuki Ujung Galuh kapal kapal dari Mongolia menelusuri sungai Berantas hingga tiba di pelabuhan Canggu. Dari pelabuhan ini kapal-kapal berwarna biru ini diizinkan melanjutkan perjalanan ke Ndandangan, beberapa lama kemudian sampainya mereka di pelabuhan Ndandangan yang kemudian terkenal dengan nama jong biru karena adanya beberapa kapal-kapal Mongolia yang merapat berwarna biru.
Setelah beberapa hari merapat dan mengamati perkembangan di kota Ndandangan dan kedaton, para intelijen Mongol berencana menemui Prabu Dandang Gendis di tempat yang aman dari pengamatan prajurit Singosari. sementara Mahapatih I Hino Singosari Prabu Banjaransari dari Karang Kamulyan sejak semula kurang setuju dengan pengangkatan Joko Kantiwong menjadi adipati di kadipaten Ndandangan selalu menempatkan prajurit telik sandinya di Ndandangan untuk mengawasi Prabu Dandang Gendis.
Dua hari kemudian Prabu Dandang Gendis menerima surat dari pedagang Mongolia di luar kraton ketika pulang dari berburu, selanjutnya masuk ke puri dalem keprabonnya dan membuka surat yang berhuruf Han...lalu membacanya.. tak lama setelah membaca surat itu raut mukanya berubah merah padam..tubuhnya bergetar ...seperti menahan amarah yang luar biasa...
" Rupanya Eyang Kertanagara yang melukai dan memotong telinga kakak Meng Ki ! Ini tidak bisa dibiarkan!" begitu seru Prabu Dandang Gendis. Lalu dipanggilnya utusan Mongolia yang menyamar sebagai utusan perdagangan dari Mongolia menghadap di puri dalem keprabon.
" Apa benar isi surat ini?"
Utusan itu menjawab," Benar tuan prabu, Meng Ki adalah kakak kandung tuan, tuan harus membalas penghinaan ini."
Prabu Jayakatwang bimbang, dia gelisah dengan situasi ini, utusan Mongolia tersenyum karena siasat dan hasutannya berhasil, dia terus menghasut Adipati Ndandangan tersebut. Sampai akhirnya Prabu Jayakatwang benar-benar terhasut dan berencana memberontak pada ayah angkatnya sendiri yaitu Mahaprabu Kertajaya di Singosari. Tanpa disadari Prabu Jayakatwang, prajurit telik sandi yang ditugaskan Mahapatih Banjaransari mengetahui rencana makar tersebut segera melaporkan kepada sang Mahapatih di kepatihan. Setelah menerima laporan prajurit telik sandi, Mahapatih Banjaransari memerintahkan bawahan untuk menyiapkan pasukan untuk mengawal Mahaprabu Kertajaya meninggalkan kedaton menuju kadipaten Karang Kamulyan, sementara beliau sendiri menghadap Mahaprabu Kertajaya di puri dalem keprabon kedaton Singosari malam itu juga. dengan tergopoh-gopoh Mahapatih Banjaransari menghadap raja terakhir Singosari,
" Ketiwasan gusti prabu ketiwasan."
" Ada apa ini mahapatih? Kenapa malam malam begini andhika menghadap tanpa kupanggil?"
" Ini sangat darurat gusti prabu, mohon ampun gusti sekarang juga, hamba mohon gusti ikut dengan hamba menuju Karang Kamulyan."
" Tetapi ada apakah ini tolong jelaskan padaku."
" Mohon ampun gusti prabu tak ada waktu lagi, punggawa ! Bawa gusti prabu ke tanggulangin ! Siapkan armada udara ! Kita pergi ke Karang Kamulyan !" Mahaprabu terpaksa menuruti kehendak Mahapatih kepercayaannya tersebut diiringi para punggawa menuju tanggulangin dan bersama armada udara menuju kadipaten Karang Kamulyan!
Sementara itu kadipaten Ndandangan mempersiapkan balatentaranya menyerbu kraton pusat Singosari, tampak ratusan kapal dari Mongolia merapat dipelabuhan menggabungkan diri dengan pasukan Ndandangan. Pada pagi hari seluruh pasukan gabungan tlah mengepung kotaraja Singosari, perangpun tak dapat dihindarkan lagi. Namun karena sebagian besar pasukan perang Singosari dibawa ke Karang Kamulyan sehingga peperangan terjadi tidak seimbang, pasukan Singosari terdesak mundur ke dalam kedaton dan bertahan sampai matahari terbenam.
Melalui peralatan khusus Mahapatih Banjaransari memerintahkan sisa-sisa prajurit yang ada untuk meninggalkan kedaton Singosari menuju tempat rahasia guna menyusun strategi perlawanan kelak. Akhirnya kedaton pusat Singosari jatuh ke tangan pasukan gabungan Ndandangan dan Mongolia, Prabu Dandang Gendis alias Jayakatwang sangat puas dengan kekalahan Singosari terutama dendamnya pada Mahaprabu Kertanagara yang merupakan eyang angkatnya yang telah melukai wajah dan memotong telinga kanan Meng Ki utusan Mongolia yang dipercayanya sebagai kakak kandungnya.
Damarwulan tertegun mendengar penuturan Resi Tunggul Manik ketika sampai pada kisah pemberontakan Jayakatwang kepada ayah angkatnya, hal ini membuat Resi Tunggul Manik menghentikan kisahnya dan bertanya pada anak angkatnya itu.
" Ada apa ngger? Kenapa engkau tertegun mendengar kisah Jayakatwang? Apa yang mengganggumu ngger ?"
" Nuwun sewu Bapa sebenarnya buat apa Bapa menuturkan semua ini pada saya?"
Sang Resi menghela nafas panjang mendengar pertanyaan Damarwulan, sejenak keduanya membisu tanpa membuat gerak maupun suara.
" Dengarkanlah ngger sejak bertemu denganmu, hatiku yakin engkaulah orang yang tepat menjadi pemimpin besar di Nuswantara ini ..menyatukan kembali keutuhan Jawa yang terpecah sejak perang Bubat beberapa tahun yang silam."
Damarwulan semakin tak mengerti dengan maksud perkataan Bapanya itu," Saya bingung Bapa, apa hubungan saya dengan Nuswantara Bapa? Saya hanya anak desa Bapa..."
" Semula Bapa tak yakin ngger ...Namun dalam semadiku Sang Hyang Batara Indra memberi petunjuk bahwalah engkaulah ngger Damarwulan yang kelak menjadi mahaprabu di Mojopait menggantikan ananda Hayam Wuruk.."
Damarwulan semakin terperanjat mendengar kata kata Bapanya, “ Menjadi mahaprabu di Mojopait?“
Sungguh hal yang tidak mungkin terjadi baginya yang hanya seorang anak rakyat jelata ! Anak desa dari lereng Gunung Kampud akan menjadi maharaja tertinggi di Nuswantara! Antara bingung dan tak percaya Damarwulan mencoba menguasai diri. Setelah melihat anak kesayangannya telah tenang Resi Tunggul Manik mencoba berbicara lagi," Damarwulan anakku dengarkanlah dan rahasiakanlah apa yang Bapa katakan ini....tahukah Engkau ngger siapa sebenarnya Bapa ini?"
Damarwulan menggelengkan kepalanya, " Bapa sebenarnya bekas Mahapatih I Hino Gajahmada atau Maudara di kerajaan Mojopait, sekaligus ayah kandung Mahaprabu Hayam Wuruk." betapa terkejutnya Damarwulan mendengarnya betapa tidak ! Orang yang selama ini mengasuhnya, mengasihinya seperti anaknya sendiri ternyata seorang yang sangat besar peran dan pengaruhnya di Nuswantara! Mahapatih I Hino Gajahmada !!
Dengan tubuh gemetar dan keterkejutan yang luar biasa Damarwulan menjadikan badannya, menyembah kaki sang Gajahmada yang berdiri dihadapannya," Mohon ampun gusti ....mohon ampun gusti ...ampunkanlah kebodohan hamba yang tidak mengetahui siapa gusti yang sebenarnya...ampun.."
Resi Tunggul Manik segera menarik tangan Damarwulan untuk berdiri," Ngger Damarwulan apa yang angger lakukan ..berdirilah ngger, bolehkah Bapa tetap menjadi Bapamu?"
Damarwulan menggangguk dan memeluk Bapa angkatnya yang sangat disayangi dan dihormatinya itu, demikian pula Resi Tunggul Manik memeluknya seperti memeluk anaknya sendiri, selama hidupnya Resi Tunggul Manik belum pernah memeluk anak kandungnya sendiri, hari ini semua kerinduannya pada Hayam Wuruk seakan telah terobati dengan memeluk Damarwulan.
Setelah puas memeluk Damarwulan, Resi Tunggul Manik mengajaknya ke sanggar pamujan masih dalam areal rumah ksatriyan itu selanjutnya melanjutkan kisahnya tentang pemberontakan Jayakatwang.
Memang keadaan Nuswantara saat itu dalam keadaan siaga mengingat adanya ancaman dari kerajaan Mongolia yang sejak zaman pemerintahan Mahaprabu Kertanagara di Singosari selalu menyerang Nuswantara dengan armada lautnya berkali-kali namun setiap kali serangan bisa diatasi armada laut maupun armada udara Singosari, pada kesempatan itu Damarwulan yang mulai beranjak remaja memberanikan diri bertanya pada ayah angkatnya.
" Nuwun sewu Bapa sebenarnya kenapa kerajaan Mongolia begitu bernafsu ingin menyerang dan menghancurkan Nuswantara Bapa?"
            " Angger Damarwulan kerajaan Mongolia sejak zaman pendirinya dahulu yaitu Jengis Khan telah berambisi menaklukan Nuswantara, terbukti dengan serangan-serangan yang dilancarkan putra-putranya ke Pasir Mesisir, Babilionia, Romawi dan lain-lainnya yang dulu juga wilayah Nuswantara pada zaman-zaman kerajaan sebelum Singosari, lalu saat kekuasaan dipegang Kubhilai Khan mereka mengirim utusan kepada Mahaprabu Kertanagara."
" Apakah mereka mengirim utusan untuk meminta kerajaan Singosari tunduk pada kekuasaan Mongolia Bapa?"
" Bener ngger, Meng Ki kepala utusan itu membacakan tuntutan raja Mongol supaya Mahaprabu Kertanagara tunduk pada kekuasaan Mongolia, tentu saja Mahaprabu Kertanagara murka."
Selanjutnya Resi Tunggul Manik menceritakan pergerakan armada udara yang membawa Mahaprabu Kertajaya ke Karang Kamulyan, namun mendadak terdengar khabar kalau adanya serangan dari Kian Santang ke Panjalu, hal ini membuat Mahapatih Banjaransari memutuskan untuk menuju Magadha tempat anak tertuanya berada yaitu Adipati Siung Wanara. Armadapun mendarat di Magadha, di sana Mahaprabu Kertajaya meminta Mahapatihnya Banjaransari menjadi Mahaprabu sampai tiba petunjuk siapa yang pantas menjadi Mahaprabu berikutnya yang mampu mengembalikan kejayaan Nuswantara.
Dalam keadaan genting Mahaprabu Banjaransari memerintahkan Prabu Siung Wanara mengerahkan seluruh kekuatannya untuk memukul balik Kian Santang, sebelummya Prabu Cakradewa adik kandung Prabu Siung Wanara mengungsikan keluarga dan seluruh rakyatnya dari Panjalu menuju Karang Kamulyan melalui terowongan bawah tanah. Ketika Kian Santang sampai di Panjalu mendapati perlawanan dari prajurit Panjalu namun perlawanannya tidak sepenuhnya karena memang itu suatu taktik supaya Kian Santang dan pasukan mudah menguasai kadipaten Panjalu dan mengira Prabu Cakradewa Tilem beserta seluruh rakyatnya dan siasat ini berhasil.
Setelah penyerangannya berhasil Kian Santang kembali ke Limbangan dan mulai mendirikan Pajajaran, sementara itu Prabu Siung Wanara mulai memasuki Limbangan dengan seluruh kekuatan pasukannya, tak berapa lama kemudian pasukan itu memasuki markas pasukan Kian Santang dan terjadilah peperangan yang dahsyat. Prabu Siung Wanara berhadapan dengan Kian Santang, terjadi pertarungan yang dahsyat!
Saling adu senjata, ajian yang seru, namun secara pasti Kian Santang terdesak juga pasukannya, tak sampai tengah hari Prabu Siung Wanara menghabisi Kian Santang dengan keris Kyai Plered, melihat pemimpinnya gugur seluruh pasukan menyerah.
" Selanjutnya Mahaprabu Banjaransari memanggil kedua putranya Prabu Siung Wanara dan Prabu Cakradewa ke Karang Kamulyan untuk menyusun rencana merebut kembali Singosari dari Jayakatwang, Maharesi Kertajaya turut dalam pertemuan itu ngger." kata Resi Tunggul Manik melanjutkan pembicaraan, Selanjutnya Resi Tunggul Manik membawa Damarwulan seolah olah kembali ke masa kerajaan Singosari pada pemerintahan Mahaprabu Kertajaya.
“ Dalam pertemuan di Puri Dalem Keprabon Karang Kamulyan tak bisa menemukan cara menundukan Jayakatwang, semua kecewa baik kedua putra Mahaprabu Banjaransari, terutama Maharesi Kertajaya yang menyesali kelakuan Jayakatwang putra angkat yang sangat dicintainya. Malampun tiba menyelimuti jagad, Sang Mahaprabu Banjaransari menuju sanggar pamujan, siap bersemadi meminta petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Ketika tengah malam tiba mahaprabu dibangunkan dari semedinya,
" Bangunlah Banjaransari .....hanya cucumu yang bisa membawa kembali keutuhan dan kejayaan negerimu..." kata suara yang memberi petunjuk, Mahaprabu Banjaransari memberi hormat dan bertanya," Duh pukulun ngaturaken sembah bekti kawulo atas petunjuknya, siapakah dia diantara cucu hamba pukulun ?"
" Haryo Sedah .."
" Haryo Sedah ? Duh pukulun cucu hamba yang ini bukanlah seorang yang bisa berperang pukulun ?"
" Tapi ingat Banjaransari, Haryo Sedah harus berperang layaknya seorang ksatria! Jika tidak kelak negerimu ini akan menerima karma! Terpuruk lama setelah runtuhnya kerajaan yang akan didirikan haryo Sedah cucumu! Ingatlah banjaransari !"
Setelah terakhir bersabda Sang Hyang Indra pergi ke khayangan. Sang Mahaprabu tertegun sesaat setelah menerima petunjuk," kenapa harus haryo Sedah yang menerima amanat ini? Bukan Haryo Bangah yang memang seorang satrio?"
Memang benar apa yang dipikirkan sang Mahaprabu karena Haryo Sedah lain daripada para pangeran lainnya yang suka menjadi ksatria yang berperang membela negara di medan laga justru haryo Sedah lebih suka bercocok tanam didesa sehingga rakyat memanggilnya Raden Tanduran. Prabu Siung wanara dipanggil ayahandanya di puri dalem kepabron, di sana telah hadir pula Maharesi Kertajaya dan Prabu Cakradewa,
" Ngger anakmas Siung Wanara bagaimana cara membuat anakmu ragil si Haryo Sedah supaya mau menerima amanat memimpin Nuswantara dan merebut kembali tahta dari Jayakatwang beserta pasukan Mongol?"
" Memang sulit kanjeng Rama untuk membuat Haryo Sedah mau meninggalkan tanamannya apalagi menyuruhnya berperang."
Maharesi kertajaya menyela," Panggil saja Raden Tanduran menghadap kesini, nanti biarlah aku yang memintanya pergi ke wetan memimpin penyerangan merebut kedaton Ndandangan."
Mahaprabu dan kedua putranya menyetujui usul Maharesi Kertajaya.
Lalu dikirimlah utusan ke desa tempat Raden Tanduran berada, disuatu persawahan mereka berhasil menemukannya saat beristirahat disebuah gubug,
" Mohon ampun raden, hamba utusan dari Kraton Karang Kamulyan membawa titah dari eyang raden sang Mahaprabu Banjaransari untuk menghadap."
Raden Tanduran sangat menghormati eyangnya, sehingga tak bisa menolak titah beliau.
" Baiklah utusan besok aku akan menghadap ke Karang Kamulyan."
Sepeninggal utusan dari Karang Kamulyan itu Raden Tanduran tak beranjak dari gubug ditengah persawahan itu, sambil menyantap polo pendem Raden Tanduran menyandarkan tubuhnya ke tiang bambu gubug itu,
“ Apa? Ada apa eyang Banjaransari memanggilku ke Karang Kamulyan? Apa ada hubungannya dengan pemberontakan di Wetan? Hmm biarlah itu menjadi urusan besok.“
Raden Tanduran tertidur digubuk sampai sore hari. Malam harinya seperti biasa Raden Tanduran bercengkrama dengan Aki Soma dan Nini Soma di beranda rumah.
“ Nini, itu sudah kehendak Dewata jika memang Raden Tanduran harus meninggalkan kita di sini, garis takdir menunggunya untuk berkiprah, kita harus rela dan bangga kita suatu hari kelak Raden Tanduran menjadi tokoh besar di Nuswantara ini pernah hidup bersama kita disini, menaman polo pendem, polowijo didesa ini“.....tak terasa Aki Soma menitik air mata.
Demikian pula Nini Soma menitikan air mata membuat hati Raden Tanduran semakin sedih karena memang sebenarnya diapun berat meninggalkan Aki dan Nini Soma, itu merupakan pertemuan terakhir bagi mereka. Esok harinya di puri ndalem keprabon Karang Kamulyan diadakan pisowanan agung yang khusus dihadiri para sesepuh kerajaan dan seluruh panglima armada, tak berapa lama kemudian Raden Tanduran datang dan menghaturkan sembah bekti pada sesepuh kerajaan diantaranya eyang mahaprabu banjaransari, Maharesi Kertajaya, Ayahanda Prabu Siung Wanara, pamanda Prabu Cakradewa, kakanda Haryo Bangah, setelah menghaturkan sembah bekti Raden Tanduran duduk bersila menanti sabda para sesepuh,“ananda Haryo Sedah kami semua memanggil ananda ke pisowanan agung ini untuk meminta kesanggupan ananda melaksanakan titah dari eyangmu“, Maharesi Kertajaya memulai sabda,
“ Mohon ampun eyang Maharesi titah apakah yang harus ananda laksanakan?“
“ Biarlah eyangmu sendiri yang menitahkan kepadamu ngger. Lalu sang Mahaprabu Banjaransari bersabda,“ Ananda haryo Sedah sesuai petunjuk yang Mahakuasa, hanya engkaulah yang sanggup membawa kejayaan kembali Nuswantara, hanyalah anandalah yang mampu menjadi Maharaja di Nuswantara ini, hari ini kami para eyang, Bapa, pamanda, kakandamu serta seluruh panglima armada menanti kesanggupan ananda menerima amanat ini.....“
Bergetar kencang jantung Raden Tanduran, gemetar seluruh tubuhnya dia tak menyangka menerima titah dari eyangnya yang amat berat baginya, Raden Tanduran terdiam, wajahnya pucat pasi, tertunduk tanpa daya, melihat hal itu Haryo Bangah menghampiri adiknya dan menepuk bahunya dan berkata,
“ Adinda jangan takut kakanda dan seluruh yang hadir di pisowan agung ini akan membantumu dengan segala daya, adinda bangkitlah tunjukan kalau engkau juga seorang ksatria dari Magadha!“
Raden Tanduran mengangkat wajahnya memandang wajah kakandanya,“ Benar kakanda dinda juga seorang ksatria magadha!“ tersenyum Haryo Bangah mendengar Jawaban adindanya selanjutnya Maharesi Kertajaya juga bersabda, “ Ananda Haryo Sedah benar apa yang Dikatakan kakandamu, kamu pasti bisa melaksanakan amanat ini, namun ingatlah ngger bertindaklah secara ksatria, karena engkau adalah seorang ksatria!“
Selanjutnya ayahanda, pamanda juga memberikan dukungan pada Raden Tanduran namun sebenarnya dalam hati dia merasa tak sanggup memanggul amanat ini, sejak kecil dia tak suka kekerasan apalagi peperangan karena kecil dia lebih suka menaman polowijo dan hidup didesa, namun dihadapan para sesepuhnya tak mungkin dia menolak amanat ini.
“ Baiklah para eyang, Bapa prabu, pamanda prabu dan seluruh yang hadir di pisowan agung ini. Hamba ananda Haryo Sedah siap menerima dan melaksanakan amanat yang mahaberat ini.. Semoga Yang Mahakuasa menguatkan ananda...“
Semua yang hadir merasa lega akan kesanggupan Raden Tanduran menerima amanat, selanjutnya disusun strategi perebutan kembali Tlatah wetan dari tangan adipati Ndandangan Prabu Ndandang Gendis atau Jayakatwang.
" Nuwun sewu Bapa, apa dalam pertemuan itu tercapai sebuah rencana untuk merebut kembali Jawi Wetan ?"
 " Sebenarnya sulit untuk menyusun rencana itu ngger, karena Jayakatwang terlanjut menguasai instalasi berbahaya tersebut, bahkan Maharesi Kertajaya sendiri dulu yang memilih Jayakatwang untuk memegang instalasi itu tak bisa mematahkan kode rahasianya karena telah diubah oleh Jayakatwang."
“ Ngger, Jayakatwang memegang kendali pertahanan Singosari dan instalasi yang amat berbahaya, tentu saja kalau seluruh armada besar dikerahkan akan mudah terlacak oleh Jayakatwang dan bila dia panik maka instalasi itu akan digunakan maka seluruh Jawa akan tenggelam, ini yang sangat dihindari Mahaprabu Banjaransari, makanya penyamaran harus dilakukan dan harus menempuh perjalanan darat dengan jalan kaki dari Karang Kamulyan menuju Tlatah Wetan. Resi Tunggul Manik meneruskan kisahnya, dalam perjalanan yang amat jauh itu Raden Tanduran beserta 50 orang prajurit khusus menyamar sebagai petani yang berpindah-pindah tempat, dari ladang ke ladang hingga mendekati Tlatah Wetan, hampir 2 purnama lamanya mereka bergerak. Ketika memasuki daerah Watu Jago disebelah timur Gunung Mahendro Raden Tanduran mengajak rombongan berhenti beristirahat disana, para prajurit yang
Yang menyamar itu segera membuat gubug untuk peristirahatan, sementara yang lain membuka ladang. Raden Tanduran beristirahat di dekat Watu Jago bersama temenggung senopati prajurit khusus yang bernama Temenggung Sucitro," Paman Citro apa kadipaten Ndandangan masih jauh?"
" Masih cukup jauh raden, memangnya ada raden ? "
" Tidak ada apa apa kok paman hanya capek saja berjalan dari Magadha sampai di Watu Jago ini, paman pernah tahu kekuatan angkatan perang Ndandangan dan mongol?"
" Sangat tahu raden, karena dulu paman pernah menjadi prajurit Singosari sebelum diperintahkan eyang raden bergerak ke Karang Kamulyan, mereka sebenarnya tidak terlalu istimewa raden, hanya prabu Jayakatwang memegang kendali instalasi yang penting dan berbahaya sehingga menyulitkan kita menghadapinya."
" Benarkan itu paman ?"
" Benar raden, seandainya seluruh kekuatan Mongol dan seluruh didunia digabungkan melawan kita, kita pasti unggul raden.
" Walaupun Temenggung Sucitro memberi keyakinan pada Raden Tanduran tetap saja semangatnya yang belum bangkit, malahan Raden Tanduran memerintahkan prajurit prajuritnya untuk menaman palawija dan bertahan disekitar Watu Jago sampai memanen palawija, tentu saja prajurit-prajurit tak bisa membantah perintahnya termasuk Temenggung Sucitra yang tak henti hentinya menasehati Raden Tanduran untuk melaksanakan tugas merebut kedaton Ndandangan.
Akhirnya sudah hampir 7 hari, Raden Tanduran ngotot bertahan ditempat ini, hal ini memaksakan Temenggung Sucitro bertindak demi menjalankan tugas utama merebut kedaton Ndandangan. Diam-diam Temenggung Sucitro mengambil peralatan khusus yang disembunyikan dalam sebuah besek lalu menuju tempat yang tidak diketahui Raden Tanduran dan para prajurit, rupanya senopati prajurit khusus ini mengadakan komunikasi rahasia dengan mahaprabu Banjaransari di Karang Kamulyan.
Dalam komunikasi tersebut Temenggung Sucitro melaporkan tindakan Raden Tanduran yang berlama-lama bertahan dikawasan Watu Jago seperti enggan bahkan hendak meneruskan perjalanan. Mahaprabu Banjaransari kecewa cucunya takut menjalankan amanatnya, pada malam harinya beliau menggunakan Ajian Ngrogo Sukma untuk mengingatkan Raden Tanduran akan tugas utamanya.
Sementara di Watu Jago malam telah larut, sebagian prajurit telah tidur termasuk Raden Tanduran yang tampak pulas, dalam alam mimpi Raden Tanduran seolah olah berada di padang ilalang yang luas, hanya seorang diri.
Di padang ilalang itu Raden Tanduran bingung tak tahu arah harus menempuh arah, ditengah kebingungannya terdengar ayam jago berkokok dengan suara nyaring membahana ke seluruh padang ilalang ...Raden Tanduran mendekati suara ayam jago itu, ternyata ayam itu berada diatas batu ditengah padang ilalang itu. Raden Tanduran semakin mendekat tiba tiba terdepan suara memanggil-manggil,
" Eyang ,eyang lihatlah cucumu ini eyang ..." Raden Tanduran terkejut karena tak ada orang lain di padang ilalang selain dirinya dan ayam jago itu.
" Hai siapakah engkau tunjukkanlah dirimu padaku ! "
" Eyang ,eyang saya disini eyang ..." Raden Tanduran makin bingung,
" Di sini dimana ? Ayo jangan bermain main padaku ! "
" Eyang saya ada didepanmu eyang ..." Raden Tanduran melihat didepannya hanyalah seekor ayam jago yang tadi berkokok," Di depan tak ada jalma manungso kecuali seekor ayam jago itu ! "
" Eyang Mahaprabu Brawijaya saya ini ayam jago yang ada di depan eyang ."
Alangkah terkejutnya Raden Tanduran dengan kenyataan yang dihadapinya ," Engkau sebenarnya siapa ? Ayam jago ? Kenapa engkau memanggilku eyang ? Dan sebutan Mahaprabu Brawijaya ?"
" Eyang, saya adalah cucumu Hayam Wuruk yang kelak menjadi Mahaprabu di Nuswantara, namun eyang semua tak kan terjadi bila eyang tidak melaksanakan amanat para sesepuh eyang Mahaprabu Banjaransari merebut kedaton Ndandangan dari Prabu Jayakatwang, maka ananda cucumu ini eyang tidak akan pernah terlahir, tetap menjadi ayam jago selamanya.."
Raden Tanduran tertunduk, tak mampu memandang tatapan memelas dari ayam jago itu. " Jika eyang tidak kasihan kepada cucumu ini terserah eyang mungkin sudah nasibku yang hidup jadi ayam jago kesepian seumur hidup.."
" Tidak tidak bukan begitu !"
Tiba tiba ayam itu menghilang dan terbangunlah Raden Tanduran dari tidurnya. Para prajurit terbangun dari tidurnya setelah mendengar teriakan Raden Tanduran dan menghampiri Raden Tanduran di dalam gubugnya," Ada apa raden ? Ada apa ? Tanya Temenggung Sucitro yang ikut terbangun.
" Tiiidak ada apa apa ... Paman, sudahlah paman sebaiknya semua bersiap siap menuju Ndandangan esok."
Lega hati Temenggung Sucitro seluruh prajurit khusus itu mendengar perintah Raden Tanduran untuk segera berkemas melanjuntukan perjalanan menuju kadipaten Ndandangan," Sendika dawuh raden, kami segera berkemas kemas, ayo prajurit persiapkan semua menuju Ndandangan!" perintah Temenggung Sucitro kepada anak buahnya, tak lama kemudian terdengar ayam berkokok dari tengah hutan rombonganpun kembali berjalan kaki ke arah timur melanjutkan perjalanan.
" Bapa resi, apakah Raden Tanduran benar-benar berniat menyerbu ke Ndandangan?"
Damarwulan menanyakan apa benar Raden Tanduran benar-benar berniat melanjuntukan perebutan kembali Ndandangan," Sebenarnya Raden Tanduran bimbang ngger, namun karena dalam mimpinya bertemu ayam jago yang mengaku cucunya beliau jadi kasihan, lalu berniat melanjutkan perjalanan."
" Dalam perjalanan kaki selama 1 hari, sampailah di tepi sungai Brantas, karena dalam penyamaran supaya tidak terdeteksi pihak Jayakatwang sehingga terpaksa mereka membuat rakit untuk menyeberangi sungai Berantas untuk menuju Singosari ."
" Untuk apa harus ke Singosari dulu Bapa?"
" Karena sebenarnya masih ada satu bregodo prajurit Singosari yang bersembunyi disana, maka Raden Tanduran dan 50 prajurit khusus dari Kulon akan bergabung dan menyusun strategi untuk menyerang Ndandangan dari sana ngger ,namun..."
Resi Tunggul Manik menghentikan kalimatnya.
" Lalu kenapa Bapa ?"
" Semua itu tak pernah kesampaian ngger ... Ketika rakit siap diturunkan ke air dari arah timur terlihat rombongan kapal jung berwarna biru berjajar memenuhi sungai Berantas."
" Apakah itu armada dari Mongolia Bapa ?"
" Benar ngger mereka sengaja dikirim kaisar Kubhilai Khan untuk membantu Jayakatwang yang hendak meluaskan wilayah ke Kulon, karena Raden Tanduran belum tahu seumur hidupnya melihat rombongan armada laut sebuah kerajaan bahkan armada dari Magadha sekalipun, sehingga melihat banyaknya kapal dan prajurit Mongolia yang lewat membuat Raden Tanduran gemetaran ketakutan."
Lalu Resi Tunggul Manik menceritakan bagaimana takutnya Raden Tanduran melihat begitu banyaknya prajurit Mongolia, dengan gemetar ketakutan Raden Tanduran berkata pada Temenggung Sucitro," Paman sucitro apa mungkin kita bisa melawan musuh sebanyak itu ..paman, apa kita bisa selamat dari mereka paman?"
" Raden Tanduran kekuatan mereka tak ada artinya bagi armada kita ! Raden Tanduran bahkan kami yang hanya 50 orang prajurit saja sanggup melawan mereka !" Jawab Temenggung Sucitro lantang menyadarkan junjungannya.
 Tidak paman ! Kita takkan menang ! Kita pasti tidak selamat paman ! "
" Raden ingatlah amanat eyang mahaprabu ! Raden pasti mampu ! Raden juga ksatria Magadha yang unggul !"
Sampai pada kisah ini Damarwulan bertanya pada Resi Tunggul Manik,“ Bapa kenapa Raden Tanduran hanya diringi 50 orang prajurit khusus? Bukan angkatan perang Tlatah Kulon amat sanggup menghancurkan kadipaten Ndandangan?“
" Sebenarnya yang ditakutkan Mahapatih Banjaransari bukanlah bantuan tentara Mongol ngger, tetapi Jayakatwang menguasai instalasi yang sangat berbahaya karena bila Jayakatwang marah dia bisa menenggelamkan seluruh tanah Jawa, itulah yang disesalkan Mahapatih Banjaransari kenapa instalasi berbahaya itu sampai diserahkan pada Jayakatwang."
Pada suatu tempat mereka berhenti di suatu tempat didekat pantai, Temenggung Sucitro mencoba membujuk Raden Tanduran," Raden kenapa harus lari raden? Bregodo kita di Singosari menunggu kita disana raden ?"
" Maafkan saya paman Temenggung, tetapi saya takut melihat kekuatan Mongolia belum lagi ditambah dengan kekuatan Ndandangan paman .. .kita harus minta bantuan Adipati Manduro paman .." Temenggung Sucitro mengerti ketakutan junjungannya itu.
" Baiklah Raden Tanduran, sekarang kita menyeberang ke Manduro menuju kediaman Adipati Cakraningrat."
Lalu merekapun menuju Manduro menumpang perahu nelayan hanya Raden Tanduran yang ke Manduro sementara 50 orang prajurit tersebut bertahan didekat pelabuhan Ujung Galuh yang dijaga ratusan prajurit Ndandangan dan prajurit Mongolia, untuk menyusun strategi penyerangan terhadap Ndandangan, sebagian menuju Singosari menghubungi Bregodo pasukan Singosari. Sementara itu Raden Tanduran dan Temenggung Sucitro telah sampai di kedaton Manduro, Adipati Arya Wiraraja menerima Raden Tandurandan Temenggung Sucitro di puri dalem keprabon, sang Cakraningrat amat terkejut dengan pelarian Raden Tanduran dari tugas mulia merebut Ndandangan," Raden Haryo Sedah, kenapa harus lari seperti ini? Biarpun raden belum pernah berperang di medan peperangan tapi hamba yakin raden juga seorang ksatria yang sakti mandraguna keturunan yang perkasa Mahaprabu Watugunung dari Magadha yang pernah mengalahkan para dewa dikhayangan! Janganlah takut raden, hamba akan mengerahkan seluruh prajurit Manduro membantu raden melawan Jayakatwang dan Mongol !"
Raden Tanduran tampak lega dengan perkataan Adipati Cakraningrat tersebut," Terimakasih paman Cakraningrat ."
" Temenggung Sucitro, andika amat mengenali dan paham betul keadaan pelabuhan Ujung Galuh, aturlah siasat bersama senopatiku untuk mencegat dan menghancurkan semua kapal kapal jung Mongolia yang hendak kembali ke negerinya besok pada hari menjelang malam." Temenggung Sucitro dan senopati Lembu Sora menjawab," Sendiko dawuh kanjeng adipati."
 Adipati cakraningrat ikut bersama dalam pasukan gabungan itu, melihat banyaknya dukungan dari Manduro dan Singosari membuat keberanian Raden Tanduran timbul. Sementara itu disebelah selatan pelabuhan Ujung Galuh yang kelak dikemudian hari disebut Surabaya, Sura artinya berani, Baya artinya bahaya jadi artinya tempat pertama kali Raden Tanduran berani menghadapi bahaya. Pada menjelang malam siasat penyergapan telah disiapkan di selatan pelabuhan Ujung Galuh, ratusan prajurit menyamar sebagai nelayan yang menumpang perahu-perahu nelayan, lengkap dengan persenjataannya sementara ratusan lainnnya bersiap-siap dengan persenjataan berat berada kedua tepi sungai Mas yang tersembunyi, tak lama kemudian dari arah selatan nampak 3 kapal jung Mongolia sedang berlayar menuju pelabuhan, Senopati Lembu Sora melaporkan kepada Adipati Cakraningrat kalau ada 4 lagi kapal jung Mongolia yang agak jauh dari rombongan pertama,
" Bapa adipati apakah boleh kita serang mereka sekarang?" sang Adipati Manduro berpaling kearah Raden Tanduran," Raden Tanduran apa kita serang mereka? Sudah siapkah diri raden?" dengan suara lantang menjawab,
" Tentu saja saya siap paman adipati ! ! Tetapi kita tunggu tanda dari paman Temenggung Sucitro yang akan memberi tanda dimulainya serangan dengan letusan tembakan laser dari kerisnya !"
" Baiklah raden kami siap ! " sementara itu perahu perahu nelayan yang ditumpangi ratusan prajurit tlah membuat posisi menghalangi laju kapal jung musuh dengan merapatkan perahu masing-masing sehingga mau tidak mau kapal-kapal musuh akan terhenti dan itu tanda dimulainya penyergapan, beberapa saat kemudian 3 kapal jung musuh berhenti karena terhalang perahu perahu nelayan, tak lama kemudian terlihat cahaya putih terlihat diseberang sungai.
" Itu laser dari Temenggung Sucitro ! Ayo wadyabala serbuuuuu !" Raden Tanduran segera meloncat dengan ilmu meringankan tubuh menerjang kearah kapal jung musuh, serentak pertempuran diatas airpun terjadi dengan dahsyatnya ! Prajurit mongol yang tidak siap menerima serangan mendadak banyak menjadi korban tajamnya pedang dan letusan laser dari pedang prajurit gabungan itu. Raden Tanduran  bertarung dengan gagah berani, Temenggung Sucitro, Senopati Lembu Sora tak kalah trengginasnya membabat musuh, diantara para senopati muda tampil pula Nambi, Ronggolawe dan lain-lain menunjukan keperkasaannya, dalam hitungan menit 3 kapal jung berhasil dibakar  berserta seluruh awaknya tewas. Semuanya hancur terbakar dan tenggelam.
Sementara itu keempat kapal yang ada di belakangnya ikut menyerang dengan tembakan meriamnya namun perlawanan 4 kapal jung Mongolia juga bernasib sama dengan ketiga kapal jung sebelumnya habis terbakar dan semua awak terbunuh. Selanjutnya bregodo Singosari menyerang prajurit Ndandangan dan Mongolia yang menjaga pelabuhan, dalam waktu singkat pelabuhan dapat dikuasai bregodo Singosari yang dipimpin senopati muda Ronggolawe dan Nambi.
Atas kemenangan ini Raden Tanduran sangat bangga karena ternyata mampu berperang juga di Surabaya tempat awalnya timbulnya keberanian menghadapi musuh, lalu Raden Tanduran disebut Raden Wijaya karena kemenangan kemenangan melawan musuh. Sementara itu di Beijing ibukota kekaisaran Mongol yang baru, kaisar Kubhilai Khan tampak gusar karena armada laut yang dikirimnya membantu Ndandangan belum kembali. Setelah mengadakan persiapan maka armada laut yang lebih besar dikirimkan mengarungi samudera menuju Jawa, armada laut ini berjumlah 20.000 orang prajurit dengan puluhan kapal jung tempur yang membawanya, ada tiga jenderal yang memimpin yaitu Ike Mehsi, Kao Sing dan Shi Pi, namun kelemahannya armada laut ini adalah tak satupun dari anggota armada ini yang mengetahui keadaan Nuswantara khususnya pulau Jawa. Inilah yang akan menjadi bencana bagi armada laut Mongolia ketika sampai di pulau Jawa, setelah beberapa lama mengarungi samudera dengan segala kesulitan akhirnya sampailah mereka di perairan Jawa.
Lalu sebagian armada merapat di pelabuhan Tuban untuk mencari keterangan tentang keadaan di Ndandangan, namun sebelum kedatangan armada Mongolia ini beberapa hari yang lalu pelabuhan Tuban ini telah dikuasai pasukan gabungan Magadha, Manduro dan bregodo Singosari dari tangan pasukan Ndandangan. Ketika beberapa kapal jung mongol merapat di dermaga mereka disambut pasukan gabungan tersebut yang mengaku sebagai prajurit Ndandangan, tentu saja armada mongol tak curiga karena memang dalam armada Mongol ini tak satupun yang sudah pernah ke Jawa jadi ini adalah pertama kali mereka masuk ke Tlatah Jawa, oleh pasukan pelabuhan tersebut armada Mongolia diminta meneruskan perjalanan menuju pelabuhan Ujung Galuh untuk menemui Raden Tanduran atau kini lebih sering disebut Raden Wijaya, lalu armada laut Mongolia itu berlayar menyusuri pantai utara Jawa menuju Ujung Galuh . Raden Wijaya, Adipati Cakraninggrat, Temenggung Sucitro, Lembu Sora dan para senopati muda lainnya tampak menyusun rencana untuk memanfaatkan Kedatangan armada Mongol yang benar-benar buta keadaan di Jawa, ini jelas sangat menguntungkan Raden Wijaya untuk menggempur Jayakatwang di Ndandangan karena Jayakatwang akan mengira kedatangan armada kedua Mongolia ini untuk membantunya melabrak tlah Kulon, sehingga pergerakannya takkan dicegah,justru sebaliknya akan disambut gembira. Tepat tengah hari seluruh armada Kitai Nagari ini sampai di pelabuhan Ujung Galuh, Raden Wijaya beserta Temenggung Sucitro, Lembu Sora, Ronggolawe dan Nambi menaiki sekoci.
Merapat ke kapal jung yang ditumpangi ketiga jendral yang memimpin armada mongol yaitu Jenderal Ike Mehsi, Kao Sing dan Shi Pi, dipimpin Jendral Ike Mehsi mereka menyambut kehadiran Raden Wijaya beserta para senapatinya.
" Mari silahkan duduk tuan Wijaya dan tuan-tuan sekalian, mari ..."
" Terimakasih tuan Jenderal Ike Mehsi, Jenderal Shi Pi dan Jenderal Kao Sing, selamat datang di Ujung Galuh tuan-tuan." Raden Wijaya duduk di kursi berhadapan dengan Jenderal Ike Mehsi sementara dua jenderal berdiri demikian pula Temenggung Sucitro dan 2 orang senopati lain," Tuan wijaya kami diutus paduka Maharaja Kubhilai Khan untuk membantu Ndandangan dan mencari tahu kenapa armada kami yang pertama tidak kembali."
" Itulah masalahnya jenderal, Prabu Jaya Kantiwong dari Ndandangan berserta seluruh prajuritnya telah terbunuh termasuk seluruh prajurit Mongolia juga tewas."
" Apa ? ? Siapa yang membunuh semua prajurit mongol tuan Wijaya ??" tanya Jenderal Ike Mehsi dan kedua jenderal itu terkejut.
" Justru itu yang kami akan serang mereka tuan-tuan." Raden Wijaya mulai mengarahkan ketiga jenderal ini pada tipu dayanya .
" Tuan Wijaya siapakah mereka yang mengakibatkan teman-teman kami tewas! Pasti akan kami hancurkan! " Jenderal Kao Shing ikut berbicara dengan gusar.
" Apa benar armada tuan hendak menghancurkan mereka?" Lembu Sora juga menyela, sambil mengerdipkan mata kearah Raden Wijaya yang duduk disamping kirinya.
" Tentu saja tuan, kami akan menuntut balas kematian teman-teman kami !"
" Baiklah kalau begitu tujuan kita sama tuan Ike Mehsi, besok kita bersama-sama menyusuri sungai menuju Jung Biru Ndandangan karena musuh kita ada disana ! "
" Tapi siapakah mereka tuan Wijaya !"
" Ketahuilah tuan Ike Mehsi yang membunuh Jayakatwang adalah ayahnya yaitu Mahaprabu Kertajaya putra dari Mahaprabu Kertanagara yang telah melukai dan memotong utusan raja tuan-tuan, Meng Ki !"
Bukan main marahnya ketiga jenderal Mongolia itu, lalu Jenderal Kao Sing berkata," Jenderal Ike Mehsi dan Jenderal Shi Pi kita harus hancurkan pasukan Mahaprabu Kertajaya !" bukan main gembiranya hati Raden Wijaya dan ketiga senopatinya melihat tipu dayanya berhasil, setelah turun dari kapal jung Mongol ini mereka kembali naik sekoci kembali merapat di dermaga sementara armada Kitai Nagari itu berlabuh di sana namun tetap dalam kapalnya.
Sementara itu di kedaton Ndandangan Prabu Dandang Gendis sedang menerima laporan dari prajurit telik sandinya tentang kedatangan armada Mongolia ke Ndandangan, prabu Ndandang Gendis mengira kedatangan armada Mongolia untuk membantunya meluaskan wilayah hingga Tlatah Kulon karenanya dia tak menghiraukan kekhawatiran pada bawahannya.
" Gusti prabu kita harus tetap waspada dengan setiap gerakan armada dari negeri Mongolia tersebut gusti." pinta Mahapatih Kebo Mundarang kepada rajanya namun Prabu Jayakatwang tidak menanggapi dengan serius.
" Paman Kebo Mundarang, kaisar Kubhilai Khan mengirimkan armadanya yang kedua kali ini juga pasti akan membantu kita meluaskan wilayah ke Kulon yang selama ini terhalang Banjaransari dan kedua putranya, jadi tak perlu khawatir paman."
 " Tetapi gusti prabu tak ada salahnya kita gunakan peralatan pertahanan kita untuk menjaga semua kemungkinan yang ada, karena mungkin saja ada gerakan lain dibelakang armada Mongolia."
Prabu Jayakatwang tersenyum," Sudahlah paman sebaiknya siapkan penyambutan untuk saudara-saudara kita dari Kitai Nagari itu ."
Mahapatih Kebo Mundarang tak bisa berkata lagi terpaksa menuruti keinginan rajanya. Sementara itu pergerakan armada Mongolia telah memasuki Pelabuhan Canggu, menurut kesepakatan antara Raden Wijaya dan 3 jenderal Mongolia pasukan dibagi 2 bagian, pasukan pertama dipimpin Jenderal Ike Mehsi dan Jenderal Kao Sing tetap melanjutkan perjalanan melalui sungai Brantas bersama separuh pasukan dari Jawa yang dipimpin senopati Lembu Sora dan Nambi, pasukan yang kedua melalui darat dipimpin Jenderal Shi Pi sementara Raden Wijaya, Temenggung Sucitro dan Ronggolawe bersama prajurit-prajuritnya menuntun pasukan Mongolia melalui darat.
Selanjutnya kedua pasukan bergerak tanpa hambatan, karena memang pihak Ndandangan mengira kedatangan mereka bukan untuk menyerang sehingga pergerakan sangat lancar. Sementara pasukan darat telah sampai di Wirasaba, Raden Wijaya meminta pasukan berkemah dahulu disana, setelah menyusun rencana tentang strategi penyerangan bersama jenderal mongol yaitu Shi pi, mereka melanjutkan perjalanan menuju kota Ndandangan. Tepat tengah hari kedua pasukan telah mencapai tapas batas kota Ndandangan, armada dipimpin 2 jenderal mongol dan 2 senopati telah bersiap didekat pelabuhan sebelah utara kota, sementara pasukan darat yang dipimpin Raden Wijaya, Jenderal Shi Pi dan 2 senopati juga hampir sampai ditimur kota Ndandangan .
Tak lama kemudian terdengarlah letusan laser yang amat dahsyat mengejutkan seluruh penghuni kota Ndandangan, serentak serangan dimulai ribuan prajurit gabungan Mongolia dan Jawa berhamburan merangsek prajurit-prajurit Ndandangan yang tidak siap, korbanpun berjatuhan. Resi Tunggul Manik tidak menceritakan secara detail peperangan ini, namun secara umum kadipaten Ndandangan dapat direbut dalam waktu setengah hari, Prabu Jayakatwang dan seluruh pembesar kedaton terbunuh, para putri kedaton ditawan termasuk seorang bayi yang masih merah yang merupakan putra Prabu Jayakatwang. Setelah diadakan pembersihan akibat perang tersebut, para tawanan diangkut ke kapal jung Mongolia hendak dibawah pulang namun dicegah Raden Wijaya.
Tentu saja sempat terjadi ketegangan antara Raden Wijaya dan ketiga jenderal Mongol itu ," Tuan wijaya kenapa tuan mencegah kami membawa para putri dan bayi merah ini sebagai tawanan kami ke kapal!"
" Jenderal Ike Mehsi tawanan itu harus ditahan dulu bersama kami!" mendengar ucapan tegas Raden Wijaya membuat Jenderal Koa Shing marah dan mencabut pedangnya dan mengarahkan kearah Raden Wijaya, namun Ronggolawe menghadangnya dengan keris pusakanya sehingga terjadi benturan keras ...taaaang!!! ,pedang milik Jenderal Kao Shing terpental jauh sementara Jenderal Kao Shing mengerang kesakitan memegangi pergelangan tangan kanannya yang seperti terbakar, kedua prajurit kedua belah pihak berhadapan mencabut senjata masing masing namun Jenderal Ike Mehsi mencoba melerai," Cukup ! Kao shing ! Tuan wijaya baiklah urusan tawanan kami serahkan tuan."
" Baiklah tuan Ike Mehsi terimakasih tuan, sebagai perayaan kemenangan kita atas Maharaja Kertajaya nanti malam kita adakan pesta di istana ini tuan."
" Oh bagus bagus tuan Wijaya, ayo-ayo nanti malam kita pesta-pesta !" akhirnya keteganganpun reda antara kedua pasukan, sementara itu Ronggolawe senopati muda itu dipanggil pamannya senopati Lembu Sora untuk menemui Raden Wijaya dipuri dalem keprabon Ndandangan disana tampak Adipati Manduro Cakraningrat atau Arya Wiraraja," Ronggolawe sudahkan engkau siapkan minuman tuak tuban untuk pesta nanti malam?" tanya adipati cakraningrat pada ronggolawe," Sendiko dawuh gusti semua sudah siap." Raden Wijaya tersenyum dan berkata ," Kakang lembu, Ronggolawe ingatlah pasukan kita tak boleh salah minum, biarlah orang orang mongol itu yang mabuk lalu kita habisi semua, mengerti? Biar kakang Nambi yang menjaga pelabuhan dan membereskan pasukan Mongol disana."
" Sendiko dawuh raden,  pasti arak tuban akan membuat prajurit-prajurit Kitai Nagari itu benar-benar mabuk." Setelah memberi penghormatan, ronggolawe senopati yang masih amat muda meninggalkan puri dalem keprabon untuk menyiapkan segala sesuatu yang hendak diperlukan dalam pesta kemenangan nanti malam. Malampun tiba, seluruh anggota prajurit Mongolia diperintah ketiga jenderal mereka untuk naik kedarat untuk berpesta pora, makan minum sepuas-puasnya, menari dan bernyanyi bersama para penari yang disiapkan. Sementara itu prajurit dari Kulon, Manduro dan Singosari berpura-pura ikut mabuk larut dalam pesta tersebut, Jenderal Ike Mehsi, Jenderal Shi Pi dan Jenderal Kao Sing masih duduk duduk minum arak bersama Raden Wijaya yang menemaninya.
Malam kian larut suara hiruk pikuk pesta tersebut mulai berkurang, tampak prajurit-prajurit Wangsa Yuan berjatuhan mabuk berat disana-sini, melihat kondisi yang seperti ini Raden Wijaya melihat kesempatan yang tepat untuk membunuh semua prajurit beserta para jenderalnya telah tiba lalu dengan sebuah isyarat darinya semua prajurit dari Kulon, Manduro dan Singosari yang pura-pura mabukpun bangun menghunus senjata masing-masing dan membunuh semua prajurit Mongol yang telah mabuk berat, tentu saja dengan mudah mereka menghabisi musuh yang sudah tak berdaya itu.
Raden Wijaya mendekati ketiga jenderal yang juga tlah mabuk berat itu," Tuan-tuan sebaiknya beristirahat." selesai berkata Raden Wijaya mencabut kerisnya dan menancapkan ke tubuh Jenderal Shi Pi, dengan erangan yang panjang tubuh Jenderal Shi Pi roboh bermandi darah, Jenderal Kao Shing dan Jenderal Ike Mehsi dengan sisa-sisa kekuatannya bangkit namun kembal!" kurang ajar! Tuan wijaya apa yang kamu lakukan?"
Dengan tubuh terhuyung-huyung kedua jenderal itu mencoba bangkit, namun Raden Wijaya menyerang mereka dengan tendangan  sehingga mereka kembali terjungkal dilantai istana Ndandangan yang kini penuh mayat-mayat prajurit Mongolia yang dibunuh sesudah mabuk. Raden Wijaya mendengar suara bayi yang menangis keras, lalu meninggalkan Jenderal Ike Mehsi dan Jenderal Kao Shing yang masih tergolek lemah menuju kaputren tempat para tawanan ditahan, semakin dekat semakin tak tega hati Raden Wijaya mendengar suara bayi yang semakin keras menangis.
Tak lama kemudian masuklah Raden Wijaya kedalam kaputren, disana semua tahanan masih hidup namun masih terikat tali, disanalah ada seorang abdi dalem perempuan berusia lanjut menggendong bayi yang sedang menangis keras sejak tadi," Mbok emban bayi siapakah yang menangis itu mbok ?" abdi dalem tadi menJawab," Ampuni hamba gusti bayi ini adalah putra dari gusti Prabu Jayakatwang gusti , ampuni dia gusti."
" Mbok emban aku takkan mengganggu bayi tak berdosa ini, malah aku akan mengambilnya sebagai anak angkatku." kata Raden Wijaya sambil meraih bayi merah dari abdi dalem perempuan lanjut usia.
Lalu Raden Wijaya mengendong bayi putra Prabu Jayakatwang dengan penuh kasih sayang, ada perasaan yang aneh dari dalam dirinya ketika memandang wajah bayi berkulit putih itu," Anak ini akan menjadi anak angkatku akan kuasuh layaknya anakku sendiri."
Damarwulan menanyakan kepada Resi Tunggul Manik apakah bayi itu kelak juga menjadi raja," Bapa apakah bayi anak Jayakatwang itu kelak menjadi raja?"
" Bener ngger kelak bayi itu bertahta di Mojopait dengan nama Jayanegara." selanjutnya setelah peristiwa pembantaian terhadap armada Mongolia oleh Raden Wijaya selesai, Jenderal Ike Mehsi dan Jenderal Kao Shing berhasil meloloskan diri dengan sebagian kecil prajurit sampai Ujung Galuh, dari Ujung Galuh mereka kembali ke Mongolia menumpang kapal jung mereka yang tersisa.
Resi Tunggul Manik mengisahkan setelah ditumpasnya armada Mongolia dari kadipaten Ndandangan, Raden Wijaya dengan segala kebanggaan atas keberhasilannya memutuskan untuk menghadap eyangnya Mahaprabu Banjaransari di Karang Kamulyan untuk melaporkan keberhasilan dia dan pasukannya menumpas pemberontakan Jayakatwang dengan menggunakan kekuatan armada Mongolia dan menghabisi armada Mongolia dengan tipu daya.
Perjalananpun dilakukan Raden Wijaya melalui udara untuk mempersingkat waktu tiba di Karang Kamulyan, para putri kedaton Ndandangan yang sempat ditawan Mongolia dibawanya pula menghadap termasuk anak angkatnya yang masih bayi . Setiba dikota Karang Kamulyan Raden Wijaya heran karena semua rakyat yang menjumpainya sepanjang perjalanan menuju kedaton membuang muka seolah olah benci padanya, termasuk kakandanya tercinta Raden Haryo Bangah sangat dingin menyambutnya di kedaton hal ini semakin membuat bingung apa ada yang salah pada dirinya dan rombongan.
Memasuki puri dalem keprabon Karang Kamulyan dengan langkah ragu Raden Wijaya memasuki paseban agung, lalu diduduk bersila diikuti para putri Ndandangan memberi sumpah kepada Mahaprabu Banjaransari dan seluruh sesepuh diantaranya Maharesi Kertajaya, ayahanda Prabu Siung Wanara dan pamanda Prabu Cakradewa. Dalam pisowanan agung itu semua wajah sesepuh bermuram durja, hal ini membuat Raden Wijaya semakin takut dan was was," Ananda Haryo Sedah menghaturkan sembah pangabekti kepada eyang dan sesepuh semua, eyang ananda melaporkan keberhasilan tugas merebut kembali kedaton Ndandangan dari tangan Prabu Jayakatwang ."
Tak ada yang menyambut ucapan Raden Wijaya putra Magadha ini semua diam seribu bahasa, untuk beberapa saat hening mencekam namun Maharesi Kertajaya bersabda," Ananda kami sangat sedih mendengarmu mengalahkan putraku Jayakatwang dengan tipu daya menggunakan prajurit Kitai Nagari membunuh dengan kejam dan licik! Dan lagi engkau dengan sangat tidak ksatria membunuh prajurit musuh yang tak berdaya karena ananda beri minuman keras sehingga mabuk! Ini sungguh pengecut!"
Bagai halilintar menyambar muka Raden Tanduran setelah mendengar sabda Maharesi Kertajaya, wajahnya tertunduk tak berani mengangkat wajahnya.
" Ananda haryo Sedah engkau membunuh musuh yang sudah tidak berdaya ngger! Itu amat memalukanku sebagai ayahandamu! Itu tindakan pengecut ngger!" Prabu Siung Wanara dengan nada marah menunjuk muka putranya. Raden Wijaya benar benar terkena murka dari para sesepuh, akhirnya dengan suara berat Mahaprabu Banjaransari bersabda," Nasi tlah telanjur jadi bubur .... Ananda Haryo Sedah cucuku dan seluruh yang hadir dipisowanan agung ini .... Yang mahakuasa telah memberi karma atau kutukan atas ketidaksatriaan seorang Haryo Sedah dalam melakukan tugasnya ... Ngger kerajaan yang ananda pimpin akan menjadi kerajaan yang Maha Jaya ... Namun akan mengalami kepahitan yang amat lama setelah keruntuhannya kelak ... Semoga raja terakhir dari negeri ini waspada akan datangnya masa hukuman kalabendu.."
Raden Haryo Sedah menangis sesengukan menyesali segala kesalahannya terutama dalam tipu daya menghadapi prajurit Mongolia," Duh eyang ananda benar-benar lalai dan sangat menyesali perbuatan hamba eyang, eyang ampunilah kesalahan hamba eyang ..."
" Sudahlah ananda janganlah engkau meratapi kesalahanmu nasi sudah menjadi bubur ngger, sekarang bangkitlah, bangunlah kedatonmu, makmurkanlah seluruh rakyat, kembalikanlah kejayaan Nuswantara ini, kakandamu Haryo Bangah akan mendampingimu memimpin kerajaan yang baru, jadikanlah dia Mahapatih I Hino." Haryo Bangah menyampaikan kesanggupannya mendampingi adindanya membangun sebuah pusat Nuswantara yang baru yaitu Mojopait.
Lalu Resi Tunggul Manik menutup kisahnya dan berkata dengan serius kepada Damarwulan," Ngger setelah itu mulailah dibangun kedaton Mojopait diawali dengan pembangunan menara Babelan, Damarwulan anakku sengaja Bapa ceritakan semua tentang awalnya kerajaan Mojopait kepadamu karena masa depan Mojopait akan berada ditanganmu ngger dan juga anak cucumu kelak, ingatlah akan masa kelam yang amat panjang kelak ketika Mojopait benar-benar surut ngger ....ingatkanlah pada anak cucumu terutama yang terakhir ..."
" Sendiko dawuh Bapa, saya senantiasa mengingatnya, bahkan akan saya kisahkan kembali pada anak cucu nantinya."